Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut meratifikasi Konvensi Keankaregaman Hayati secara Global atau Convention oh Biological Diversity. Tidak diragukan bahwa keanekaragaman hayati sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri, baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi sosial dan budaya. Sayangnya justru kegiatan manusia yang dilakukan tanpa memikirkin dampak menjadi ancamana atau kekayaan biodiversity / spesies asli Indonesia dan ekosistemnya. Dampaknya jelas sekali mulai dari bencana sampai kehilangan spesies penting.
Peningkatan pembangunan terutama skala besar perkebunan sawit di Sumatera dan Kalimantan merupakan salah satu penyebab hilangnya kawasan hutan. Dengan sebaran terbesar di Kalimantan dan Sumater sampai saat ini total luasan kebun sawit di Indonesia mencapai 16 juta hektar atau seluas 250 kali luasan DKI Jakarta. Data lain menyebutkan luasan izin dan kawasan perkebunan mencapai 22 juta hektar. Hilangnya hutan identik dengan hilangnya habitat satwa seperti Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Orangutan Kalimantan dan Sumater, badak Kalimantan.
Kesemua umbrella species besar tersebut merupakan spesies besar yang memiliki habitat dan daya jelajah yang luas. Dengan menyelamatkan habitat species di atas akan sekaligus melindungi habitat spesies lain yang ada didalamnya baik jenis-jenis seperti aves/burung, herpetofauna sampai pada spesies tumbuhan.
Salah satu kritik terhadap penyelesaian permasalahan lingkungan hidup di Indonesia adalah mitigasi dilakukan secara tidak terencana. Biasanya mitigasi dilakukan belakangan sesudah dampak dan kerugian didapatkan. Padahal mitigasi harusnya bisa dilakukan pada tahapan perencanaan pembangunan dan ini dapat dilakukan dengan menggunakan skenario mitigasi mulai dari avoid, minimize dan restore.
Kegiatan pada tingkat kampung ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif dalam perencanaan tata guna lahan. Sehingga masyarakat dapat merencanakan mana kawasan yang akan dilindungi, mana kawasan yang bisa diusahakan dengan penerapan prinsip minimize/restore dampak dan mana kawasan yang perlu diusahakan dengan offset atau pengalihan dampak ke usaha konservasi.
Apakah mungkin ini dilakukan?
Perencanaan tata ruang di Indonesia tidak menyentuh sampai tingkat kampung, juridiksi terkecil dalam RDTR misalnya sampai tingkat kecamatan. Tetapi jangan lupa bahwa pengelolaan kawasan di tingkat desa ada pada perencanaan desa/kampung dengan menggandeng perencanaan RPJM Desa/Kampung.
