Menunggu dibuatnya Rencana Detail Tata Ruang – Pedesaan


Rencana Detail Tata Ruang bersama dengan RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota telah diatur baik melalui Peraturan Pemerintah sampai pada Peraturan Kementrian, tengok saja Peraturan no 11 tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi dan Penerbitan Persetujuan Substansi RTRW P, K/K dan RDTR. Juknis detail RDTR misalnya dapat ditelusuri lebih jauh dalam Permen ATR no 16 tahun 2018 dengan lampirannya serta penjelasan teknisnya.

RDTR memainkan peran penting dalam pelaksanaan pembangunan dikawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, tetapi RDTR merupakan dokumen perencanaan yang sangat terbatas ketersediannya. Misalnya jika kita telusuri peta interaktif GISTARU RDTR Interaktif (https://gistaru.atrbpn.go.id/rdtrinteraktif/), maka ketersediaan peta RDTR di Indonesia masih sangat terbatas. Kebanyakan peta RDTR yang tersedia di Indonesia hanya pada kawasan perkotaan dan jika ada kawasan perdesaan hanya di kawasan yang ditentukan sebagai Kawasan Industri, Kawasan Ekonomi Khusus atau kawasan pembangunan khusus lainnya seperti Kawasan Wisata.

Kawasan perdesaan hampir merupakan kawasan yang paling jarang memiliki RDTR. Terutama pedesaan yang tidak masuk dalam Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Strategis Nasional dan rencana pembangunan ekonomi lainnya. Padahal RDTR sangat diperlukan untuk memastikan bahwa perencanaan dapat mendukung pengembangan pembangunan seperti pertanian dan perkebunan.

Ketika RDTR Tidak Tersedia

Tidak adanya RDTR menyebabkan pembangunan di kawasan pedesaan berjalan secara organik, dimana pembangunan akan mengikuti perkembangan ekonomi yang belum tentu sesuai dengan kondisi wilayah, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan kadang tidak selaras antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.

Menengok pembangunan kawasan pedesaan di Kalimantan dan Sumatera misalnya dengan tidak adanya RDTR, hampir semua kawasan APL didominasi oleh pembangunan perkebunan sawit yang kemudian kadang menggusur komoditas sebelumnya seperti karet, pertanian palawija dan bahkan pertanian sawah. Karena secara legal semua kawasan APL bisa diubah menjadi kawasan perkebunan sawit, maka tidak ada filter untuk menghitung sampai sejauh mana satu komoditas dapat dikembangkan.

Padahal dari sisi ketahanan pangan misalnya perlu adanya regulasi tata ruang yang mengatur prosentase kawasan pertanian pangan dan bahkan perlindungan kawasan pertanian. Akibat dari tidak adanya RDTR kemudian produk pertanian pedesaan akan sangat tergantung pada bahan-bahan yang didatangkan dari luar.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s