Banjir Jakarta dan Revisi Tata Ruang


Kejadian bencana akan sangat erat kaitannya dengan bagaimana manusia mengelola ruang didalam aktifitasnya. Pengelolaan ruang yang tidak benar akan menjadi penyebab utama adanya bencana. 

Analogikan saja dengan rumah sendiri, jika kita meletakkan kamar mandi lebih tinggi dari kamar, atau tidak membuat saluran pembuangan air yang baik maka bisa saja kamar sewaktu-waktu akan tergenang terkena limpasan air keran yang debitnya tidak akan besar.

Demikian pula dengan kejadian bencana banjir di jakarta, sebagian besar karena penerapan alokasi ruang yang tidak tepat. Adapun dari sisi penataan ruang beberapa hal yang terabaikan dan perlu diperbaiki adalah:

1. Alokasi ruang terbuka hijau dan ruang resap air yang tidak memadai.

2. Sistem drainase yang tidak direncanakan dengan baik.

3. Penataan ruang kawasan tidak memperhitungkan faktor-faktor fisik liongkungan alami dengan detail.

 

Satu hal yang harus dilakukan adalah revisi Tata Ruang Jakarta baik itu tata ruang wilayah maupun detail tata ruang. 

 

Photography: Iphone Photos


iphone provided quite good picture.

Please take a look some of my pictures taken by iphone 4s.

Image
Jayawijaya Mountain,Papua
Image
Asmat handcraft, Papua Indonesia
Sarmi Port
Sea Port in Sarmi
Image
Sunset in Sarmi, PapuaImage

 

Image
Jayapura Papua (taken from BOENG 747)

More to come….

Where is your name come from?


In process of  searching name for my upcoming  baby, I also tried to find the source of my name and my wife name.

Here they are.

Donna Elvira

My wife name  from Italian name,  taken from famous opera character in opera Il Don Giovanni. It was premiered by the Prague Italian opera at the Teatro di Praga (now called the Estates Theatre) on October 29, 1787. Donna Elvira is leading woman character with soprano voice. This a very famous opera story until now.

Musnanda Satar

My name  from India name taken from Sanskrit name, Nanda supposed to character from Sanskrit book, this a male name as head of cowherd man and also another name for Khrisna father name Nanda Maharaja.

I have no idea why (Pak Satar) my father put Mus in front of Nanda and became Musnanda. My name become unique then.

Some of my friend said that Nanda supposed to be a girl  name, upps they are wrong.

 

 

Mainstreaming Climate Change


Upps heboh rame-rame pakai istilah mainstreaming, yang paling ramai tentunya gender mainstreaming. Bahasa Indonesianya jadi pengarusutamaan gender.

Hutan Mamberamo Raya

Kemudian mainstreaming climate change diperkenalkan sebagai strategi untuk memastikan bahwa aspek perubahan iklim diperhitungkan dalam setiap aspek kegiatan yang akan dilakukan, terutama pada kegiatan-kegiatan pembangunan.

Mainstreaming climate change adaptation describes a process of considering climate risks to development projects, and of adjusting project activities and approaches to address these risks. The assumption is that the project has a goal related to poverty reduction, livelihood security, or improved well-being for target populations, and that the sustainability and impact of the initiative can be increased by integrating climate change. This is different from a “targeted” community-based adaptation project, where the explicit goal is to build resilience to climate change. Mainstreaming climate change adaptation can therefore ensure that development programs and policies are not at odds with climate risks both now and in the future (CARE: Mainstreaming Climate Change).

Mengingat bahwa aspek perubahan iklim akan berpengaruh pada semua aspek pembangunan maka pengarus utamaan juga dilakukan pada semua aspek pembangunan, Pemerintah Indonesia pada tingkat nasional telah menyusun rencana aksi atau RAN  GRK yang merupakan rencana aksi pengurangan emisi gas rumah kaca. Pada tingkat daerah disusun RAD GRK di tingkat provinsi yang targetnya selesai pada bulan September ini.

Pertanyaannya adalah: apakah RAN GRK dan RAD GRK ini sudah terintegrasi dalam pembangunan? Masih menyisakan gap dimana rencana aksi tersebut dan semua rekomendasinya bisa terakomodir dalam perencanaan pembangunan. Mekanisme bagaimana RAD bisa menjadi input dalam rencana pembangunan juga masih ada.

Gap yang lain adalah bahwa penyusunan RAD dilakukan di tingkat provinsi sementara perencanaan pembangunan yang nanti diimplementasikan pada tingkat kabupaten. Bagaimana ini bisa diselaraskan, masih juga menyisakan PR yang besar.

Mainstreaming climate change, seharusnya bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya bekerja dengan multi stakeholder yang bukan hanya pemerintah, tetapi juga sektor swasta, civil society organization dan pada tingkat akar rumput. Kebijakan dan penerapan pelaksanaan pembangunan pada semua sektor ini harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan pengarusutamaan aspek perubahan iklim.

Pada sektor pemerintahan misalnya, mulai dari penyusunan RPJM dan penyusunan RTRW harus memasukkan pertimbangan aspek perubahan iklim. Misalnya karena penyumbang perubahan iklim di Indonesia adalah dari perubahan kawasan hutan menjadi penggunaan lain dan perubahan fungsi kawasan gambut. Maka kebijakan zonasi ruang pada kawasan hutan dan gambut harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek perubahan iklim.

Pada sektor swasta, misalnya perusahaan HPH/logging atau perkebunan Sawit harus menerapkan aspek pengelolaan lestari. Dimana perubahan fungsi kawasan di dalam areal ini dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kelestarian dan dilakukan berimbang antara penggunaan kawasan dengan reboisasi kawasan.

Pada sektor masyarakat, main streaming dilakukan dengan banyak cara misalnya dengan memperkenalkan produk yang hemat energi, pembatasan penggunaan bahan bakar fossil. Pada masyarakat yang dekat dengan hutan bisa diperkenalkan model pembukaan lahan tanpa dibakar atau melakukan kegiatan yang menambah nilai produksi dan alternative livelihood untuk mengurangi tekanan pada kawasan hutan.

 

Logical Framework


Link ke Powerpoint Logical Framework. Klik link berikut.

Pendekatan LOGICAL FRAMEWORK

  • Pertama kali diperkenalkan oleh Leon J. Rosenberg dan digunakan sejak tahun 1969 oleh USAID (sumber: wikipedia).
  • Logical Framework atau disingkat logframe kemudian digunakan oleh organisasi-organisasi lainnya seperti CIDA,  DFID, UNDP dan organisasi LSM di seluruh dunia.
  • Logframe digunakan secara luas karena mengharuskan berpikir terorganisir, dapat menghubungkan kegiatan-investasi-hasil, dapat digunakan untuk menetapkan indikator kinerja dan pengalokasikan tanggung jawab, dapat digunakan  sebagai sarana  untuk berkomunikasi dengan tepat dan jelas, dapat juga digunakan untuk menyesuaikan dengan keadaan yang tiba-tiba berubah dan dapat memperhitungkan resiko.
  • Logical Framework adalah alat untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi dari project/program.
  • Logframe membutuhkan pengetahuan dan informasi yang cukup untuk mampu digunakan sebagai alat perencanaan program/project.

Forwarded: PLA 65 on Biodiversity and culture: exploring community protocols, rights and consent now online


Participatory Learning and Action 65 on Biodiversity and culture: exploring community protocols, rights and consent is now online at: http://pubs.iied.org/14618IIED.html

This is guest edited by Krystyna Swiderska (IIED), Kanchi Kohli (Kalpavriksh, India), Harry Jonas and Holly Shrumm (Natural Justice), Wim Hiemstra, (COMPAS, Netherlands), Maria Julia Oliva (Union for Ethical Biotrade)

This special issue of PLA explores two important participatory tools that indigenous peoples and local communities can use to help defend their customary rights to biocultural heritage, natural resources and land: Community protocols – or charters of rules and responsibilities – in which communities set out their customary rights to natural resources and land, as recognised in customary, national and international laws; and free, prior informed consent (FPIC) processes, in which communities decide whether or not to allow projects affecting their land or resources to go ahead, and on what terms.

The issue reviews the experiences of communities in Asia, Latin America and Africa in developing and using these tools in a range of contexts. It also looks at some government experiences of

establishing institutional processes for FPIC and benefit-sharing. It identifies practical lessons and guidance based on these experiences and aims to strengthen the capacity of a range of actors to

support these rights-based tools effectively in practice. It aims to provide guidance for those implementing the Nagoya Protocol and other natural resource and development practitioners, and

to raise awareness of the importance of community designed and controlled participatory processes.

Full table of contents is attached – hard copies available on request on subscribe to PLA at http://www.planotes.org