Banjir Di Jakarta: Mengapa Susah Diatasi?


Banjir di Jakarta dan sekitarnya menjadi sebuah agenda rutin ketika curah hujan tinggi terjadi. Jika menyalahkan cuaca tentu bisa saja tetapi menyalahkan hujan sama dengan menyalahkan matahari kalau kita kepanasan.

Dalam sejarah, banjir di Jakarta sudah tercatat sejak 1699 waktu masih bernama Batavia dimana penyebabbya adalah sungai yang tertutup kayu tebangan. Tercatat di 1714 terjadi banjir yang disebabkan oleh meluapnya Ciliwung, ini terjadi kembali ditahun 1918 yang merendam hampir seluruh kawasan Batavia. Perlu diingat bahwa Batavia saat ini belumlah seluas Jakarta. Solusi yang dibuat jaman kolonial adalah dengan membuat saluran/kanal penyalur atau yang dikenal dengan banjir kanal. Dimana solusi ini mungkin perlu ditambahkan dengan solusi yang lebih baik dimasa sekarang.

peta Batavia
peta pantau banjir DKI: Peta Banjir Jakarta | Pantau Banjir Jakarta

Penyebab dan Solusi

Salah satu penyebab utama banjir di Jakarta adalah fakta bahwa Jakarta dilewati oleh sungai besar seperti Ciliwung, serta sungai lain seperti Kali Pesangrahan, Kali Angke, Kali Krukut, dll. Dari sejarah penyebab banjir di Jakarta:

  1. Meluapnya sungai-sungai yang Ciliwung, Pesangarahan, dll. Ini dipicu oleh curah hujan yang tinggi mulai dari hulu sungai yang ada di Jawa Barat sampai curah hujan di Jabodetabek.
  2. Penyempitan sungai oleh karena endapan, sampah dan pembangunan.
  3. Tidak cukupnya resapan air pada saat hujan lokal di Jakarta. Jakarta kekurangan wilayah tangkapan air yang biasanya berupa taman atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang hanya 34,451 juta meter persegi atau 5,3% dari luas Jakarta dibawah luasan 30% dari luas wilayah kota sesuai UU tata ruang.
  4. Penyebaran pemukiman di wilayah bantaran sungai yang seharusnya menjadi kawasan lindung lokal.
  5. Penurunan muka tanah karena pengambilan air tawar.
  6. Banjir rob karena naiknya air laut (spesifik di Jakarta bagian utara) ini diperparah dengan adanya reklamasi dapat mengubah pola aliran air laut, meningkatkan risiko banjir di wilayah pesisir.

Solusi banjir di Jakarta dapat dilakukan dengan beberapa hal seperti:

  1. Normalisasi kawasan sungai sungai yang masuk ke Jakarta menjadi keharusan, ini termasuk kedepannya memastikan bahwa sungai dikelola dengan baik, menghindari pembuangan limbah yang menyebabkan daya tampung air oleh sungai berkurang.
  2. Pembenahan wilayah sepada sungai, pemerintah memiliki kewajiban memberikan solusi untuk pemukiman di sepanjang sungai baik dengan relokasi, penggantian. Wilayah yang kosong diubah menjadi Ruang Terbuka Hijau.
  3. Memastikan regulasi dilakukan untuk pembatasan dan pengelolaan pengambilan air tanah skala besar.
  4. Melakukan pembatasan reklamasi atau kajian detail dampak lingkungan reklamasi perlu dilakukan.

Banjir di Jakarta memang menjadi sebuah sejarah yang terus berulang, bukan tidak bisa diatasi tetapi perlu effort dan penerapan kebijakan yang serius jika memang akan diatasi.

Merombak Tata Ruang Jakarta – Satu-satunya Solusi Banjir di Jakarta


Mingu-minggu ini banjir kembali menerjang Jakarta, sampai tanggal 8 januari menurut BPBD DKI Jakarta sudah 150 RT yang tergenang dengan lokasi-lokasi tergenang adalah lokasi langanan banjir DKI yaitu kawasan-kawasan rendah yang merupakan sepadan sungai Ciliwung atau anak sungai lainnya yang mengalir di DKI Jakarta.

Jika dibandingkan dengan peta wilayah banjir di DKI :

sumber: jakarta Satu (https://arcg.is/vPfiq)

Pola sebaran banjir dan sungai memiliki kesamaan dimana kawasan-kawasan yang banjir antara lain adalah kawasan yang merupakan wilayah lintasan sungai Ciliwung (misalnya Pejaten Timur, Tebet, dll), Sungai Pesangrahan (Pesangrahan, Kebon Jeruk, Cengkareng), sungai Cipinang. Terbangunnya kawasan sungai termasuk kawasan sepadan sungai menjadi salah satu penyebab banjir terjadi di kawasan-kawasan itu. Selain kawasan sepadan sungai, banjir di Jakarta juga disebabkan oleh terbangunnya kawasan resapan air lokal yang dulunya merupakan wilayah rawa. Secara toponimi, kawasan yang diawali dengan nama rawa merupakan kawasan-kawasan rendah yang ketika diubah menjadi pemukiman akan rentan terjadi banjir, misalnya Rawa Terate di Cakung dan Rawa Buaya di Cengkareng merupakan langanan banjir tahunan. Banjir Jakarta juga disebabkan oleh wilayah hulu yang semakin berubah perubahan hulu Ciliwung di Bogor dan Depok misalnya akan menyebabkan limpasan air permukaan semakin tinggi karena penambahan pemukiman pada wilayah yang dulunya hutan, kebun atau lahan pertanian lainnya.

Solusi banjir Jakarta mungkin akan sangat ekstrim dengan mengembalikan fungsi-fungsi hidrologis kawasan resapan air dalam konteks tata ruang. Upaya ini bukan rocket science, sudah banyak dilakukan di banyak negara seperti Singapore, Jepang, China, Korea dan bahkan Eropa. Prinsipnya adalah upaya jangka panjang yang dengan target-target pengelolaan kawasan melalui rencana detail tata ruang.

Berikut prinsip yang dilakukan planner di Seoul untuk mengembalikan fungsi kawasan Seoul yang dilewati sungai Han untuk 100 tahun. Prinsip utamanya adalah kembali ke alam dengan mengembalikan ekosistem, pengelolaan air bersih dan penggunaan yang ramah lingkungan.

sumber: https://www.metropolis.org/sites/default/files/seoul_urban_planningenglish.pdf

Rencana Tata Ruang Detail perlu mengembalikan kawasan sepanjang sepadan sungai, ambil contoh kawasan Ciliwung di Pejaten Timur yang menyisakan badan sungai dan sebagian besar terbangun.

sumber data: Jakarta Satu

Bandingkan dengan sungai Rhine di Jerman yang memotong kota Dusseldorf atau sungai Han yang memoting Seoul dimana sebagian besar sepadannya dikembalikan fungsinya menjadi kawasan hijau untuk taman. Kawasan pemukiman di sepanjang sungai sebagian besar adalah kompleks apartemen yang terdiri atas puluhan tower.