Buat yang kerja dibidang development atau humanitarian mungkin kata ini bukan istilah baru dan sudah menjadi bagian dari pendekatan program yang dibuat. Diartikan sebagai penguatan ketrampilan, kemampuan dan kompentensis bagi masyarakat dalam menghadapi permasalahan.
Dari wikipedia:
Capacity building also referred to as capacity development is a conceptual approach to development that focuses on understanding the obstacles that inhibit people, governments, international organizations and non-governmental organizations from realizing their developmental goals while enhancing the abilities that will allow them to achieve measurable and sustainable results.
The term capacity building emerged in the lexicon of international development during the 1990s. Today, “capacity building” is included in the programs of most international organizations that work in development, the World Bank (World Bank), The United Nations (UN) and non-governmental organizations (NGOs) like Oxfam International. Wide usage of the term has resulted in controversy over its true meaning. Capacity building often refers to strengthening the skills, competencies and abilities of people and communities in developing societies so they can overcome the causes of their exclusion and suffering.
Tidak semudah teorinya capacity building dalam implementasinya ternyata sulit sekali dengan beberapa alasan.
1. Tanpa assessment awal
Tanpa kajian awal program pengembangan kapasitas bisa menjadi program yang sia-sia.
2. Ekpektasi yang terlalu tinggi
Program pengembangan kapasitas adalah program jangka panjang.
3. Kecenderungan memasukkan hal yang totally baru
Gabungan dari tanpa kajian awal dan ekpekasi yang terlalu tinggi menyebabkan banyak program pengembangan kapasitas yang dilakukan cenderung memberikan program atau intervensi yang sama sekali baru. Pada banyak kasus program yang sama sekali baru akan selalu gagal karena memerlukan proses adopsi yang panjang sebelum bisa dilakukan.