Keanekaragaman Hayati dan Komunitas Lokal


Berkunjung ke beberapa lokasi di kawasan berhutan, kadang saya sedih melihat bagaimana kemudian masyarakat lokal masih melakukan perburuan terhadap satwa liar, baik untuk dijual, dikonsumsi atau dipelihara sendiri. Ada beberapa penyebab masih terjadinya perburuan satwa, faktor ekonomi adalah salah satunya yang kemudian didukung oleh dua hal yaitu lemahnya penegakan hukum dan yang terpenting kadang kala karena tidak adanya kesadaran akan pentingnya satwa serta perlindungan satwa.

Komunitas lokal sendiri dapat dibagi atas 2 type, masyarakat dengan kesadaran akan pentingnya biodiversity biasanya adalah masyarakat adat yang memang memiliki pengetahuan dan kebijakan lokal. Tipe kedua adalah masyarakat yang tidak mengetahui dan peduli masalah pentingnya satwa dan biodiversity karena berasal dari luar daerah dan hidup tanpa ketergantungan biodiversity di sekitarnya.

Pelibatan Komunitas dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati

Dalam kegiatan konservasi, pelibatan masyarakat bukan merupakan hal baru. Di Indonesia sejak tahun 90-an, kegiatan konservasi berbasis masyarakat sudah menjadi hal biasa untuk dilakukan, misalnya project ICDP dan banyak kegiatan lain. Kegiatan konservasi berbasis masyarakat banyak dilakukan dengan prinsip pelibatan masyarakat dalam konteks pembangunan masyarakat akan menjadi memberikan pilihan terkait livelihood sehingga tekanan atas hutan tidak terjadi.

Salah satu aspek pelibatan masyarakat yang penting adalah bahwa pada kegiatan berbasis masyarakat menemukan fakta bahwa banyak kearifan lokal sudah menganut prinsip-prinsip konservasi, misalnya kearifan lokal seperti sasi, hutan keramat, hutan adat, dll. Pada masyarakat adat misalnya nilai-nilai konservasi telah menyatu dalam pengelolaan sumberdaya alam.

Catatan Awal Tahun 2023


Tahun lalu menjadi tahun dimana kegiatan-kegiatan sudah berjalan meskipun pandemi masih berlaku. Saya berkesempatan mengunjungi beberapa lokasi baru seperti Pulau Padang di Provinsi Riau dan Tanjung Selor, Kalimantan Utara.

Mangrove di Pulau Padang, Riau

Riau trip menjadi pengalaman menarik karena untuk pertama kalinya saya naik helikopter, perjalan menarik dari Pangkalan Kerinci menuju kawasan kubah gambut yang menjadi kawasan RER. Meskipun pada trip kedua antara Pangkalan Kerinci ke Bandara Riau, saya melihat pemandangan hutan yang hampir semua sudah diubah menjadi sawit.

Tahun 2022 juga memberikan momen-momen menarik dengan banyak inisiatif baru. Kalimantan Utara menjadi momen menarik karena adanya rencana program Konservasi yang dilakukan oleh lembaga tempat saya bekerja. Provinsi ini bisa jadi menjadi last-last frontier karena memiliki prosentase tutpan hutan paling luas dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Selain itu komitmen konservasi juga ada dengan mengusahakan tutupan lahan hutan dan mangrove tetap terjaga. Mereka belajar dari pengalaman provinsi lain yang tidak melakukan konservasi dengan dampak pada bencana banjir yang kian banyak di Kalimantan.

Tanjung Selor, Kalimantan Utara

Tahun 2022 juga tahun yang membawa kehilangan besar, tepatya 18 September Ibunda saya berpulang. Doa terbaik untuk Ibu, al fatihah.

Tahun 2023 akan menjadi lembaran baru, ada banyak hal baru yang menarik mulai dari kegiatan-kegiatan Konservasi di wilayah baru, perancanangan kegiatan baru serta memungkinkannya analisis-analisis spatial di lokasi baru.

Ada banyak wilayah di Indonesia yang harus di lindungi dari expansi pembangunan yang tidak dilakukan secara berkelanjutan dan memikirkan aspek lingkungan.

Tahun 2022 juga merupakan tahun penting dimana COP Perubahan Iklim dilakukan di Sharm El-Sheikh di Mesir antara 6-20 November 2022. Hasil COP antara lain adanya komitmen pendanaan untuk kerusakan yang ditimbulkan selama ini untuk negara yang terdampak krisis iklim. Ini terutama pada negara-negara dunia ketiga. Detail key outcome COP 27 bisa diakses disini.

Konferensi lain yang menarik dilihat adalah UN Biodiversity Conference tahun 2022 di Montreal Kanada 7-19 Desember. Hasil konferensi adalah Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework yang isinya antara lain bagaimana menerapkan strategi konservasi sampai tahun 2030, ditengah kehilangan kekayaan biodiversity secara global yang terus meningkat. Hasil koferensi bisa dilihat dalam dokumen ini.

First Flight


Pertama kali saya naik pesawat ditahun 1998 saat bekerja di Manado untuk sebuah perusahaan mining. Beberapa hari sesudah direkrut saya diminta terbang ke Manado untuk membantu membuat beberapa peta dan melakukan orientasi lapang dari tugas saya sebagai GIS staff, satu-satunya GIS staff di perusahaan ekplorasi dan saya langsung report ke General Manager Explorasi yang berasal dari Inggris tetapi tinggal di Afrika Selatan.

Saya hanya tinggal berangkat, semua mulai dari tiket dan arangement sudah dilakukan oleh perusahaan, saya naik pesawat dari maskapai milik negara yang sekarang hampir bangkrut, pesawat berbadan besar Airbus dengan seat 2 3 2. Penerbangan ke Manado pagi sekali jam 5, saya harus berangkat jam 3 pagi dari Depok, sampai di Bandara CGK Terminal 2 saya langsung cek-in dan menunggu pesawat di ruang tunggu, naik pesawat saya dapat kursi tengah, padahal saya ingin dapat di jendela dan mendapat pemandangan. Penerbangan berjalan lancar Transit di Makassar saya hanya membeli kopi dan duduk, menunggu 30 menit dan mulai naik lagi menuju Manado. Penerbangan ke Manado mulai dan karena jarak dekat makan disediakan snack. Yang saya dapat adalah sebuah kotak berlogo dan didalamnya terdapat dadar gulung, kue dari tepung terigu dan didalamnya ada kelapa dan gula merah. Kue yang sama yang dibuat Ibu saya waktu saya kecil sampai SMP. Bedanya saat itu Ibu membuat kue untuk dijual dan tugas saya adalah menjualnya di depan SDN bersama beberapa jenis kue lain.

Saya tersenyum dan juga terharu melihat kue dadar gulung itu, kue saya makan belakangan sambil bersyukur bahwa kali ini saya hanya tinggal memakannya, kue yang diantar oleh pramugari dengan senyum. Saya jadi teringat dua pesan Ibu saya waktu itu, yang pertama adalah saat berangkat ke Manado, pesannya singkat ‘bekerja yang baik dan jangan lupa ibadah’,pesan satu lagi saat pertama kali saya diminta berjualan kue di depan SDN adalah ‘jangan malu selama itu halal’. Dua pesan singkat yang membuat saya terharu saat mengingatnya di atas ketinggian 30.000 m bahkan sampai saat ini 5 hari sesudah Ibu berpulang.

@Houston, Texas… International Airport

Menunggu dibuatnya Rencana Detail Tata Ruang – Pedesaan


Rencana Detail Tata Ruang bersama dengan RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota telah diatur baik melalui Peraturan Pemerintah sampai pada Peraturan Kementrian, tengok saja Peraturan no 11 tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi dan Penerbitan Persetujuan Substansi RTRW P, K/K dan RDTR. Juknis detail RDTR misalnya dapat ditelusuri lebih jauh dalam Permen ATR no 16 tahun 2018 dengan lampirannya serta penjelasan teknisnya.

RDTR memainkan peran penting dalam pelaksanaan pembangunan dikawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, tetapi RDTR merupakan dokumen perencanaan yang sangat terbatas ketersediannya. Misalnya jika kita telusuri peta interaktif GISTARU RDTR Interaktif (https://gistaru.atrbpn.go.id/rdtrinteraktif/), maka ketersediaan peta RDTR di Indonesia masih sangat terbatas. Kebanyakan peta RDTR yang tersedia di Indonesia hanya pada kawasan perkotaan dan jika ada kawasan perdesaan hanya di kawasan yang ditentukan sebagai Kawasan Industri, Kawasan Ekonomi Khusus atau kawasan pembangunan khusus lainnya seperti Kawasan Wisata.

Kawasan perdesaan hampir merupakan kawasan yang paling jarang memiliki RDTR. Terutama pedesaan yang tidak masuk dalam Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Strategis Nasional dan rencana pembangunan ekonomi lainnya. Padahal RDTR sangat diperlukan untuk memastikan bahwa perencanaan dapat mendukung pengembangan pembangunan seperti pertanian dan perkebunan.

Ketika RDTR Tidak Tersedia

Tidak adanya RDTR menyebabkan pembangunan di kawasan pedesaan berjalan secara organik, dimana pembangunan akan mengikuti perkembangan ekonomi yang belum tentu sesuai dengan kondisi wilayah, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan kadang tidak selaras antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.

Menengok pembangunan kawasan pedesaan di Kalimantan dan Sumatera misalnya dengan tidak adanya RDTR, hampir semua kawasan APL didominasi oleh pembangunan perkebunan sawit yang kemudian kadang menggusur komoditas sebelumnya seperti karet, pertanian palawija dan bahkan pertanian sawah. Karena secara legal semua kawasan APL bisa diubah menjadi kawasan perkebunan sawit, maka tidak ada filter untuk menghitung sampai sejauh mana satu komoditas dapat dikembangkan.

Padahal dari sisi ketahanan pangan misalnya perlu adanya regulasi tata ruang yang mengatur prosentase kawasan pertanian pangan dan bahkan perlindungan kawasan pertanian. Akibat dari tidak adanya RDTR kemudian produk pertanian pedesaan akan sangat tergantung pada bahan-bahan yang didatangkan dari luar.

Urgensi Penerapan Perencanaan Transportasi di Indonesia


Permasalahan Transportasi di Indonesia sebenarnya sudah memasuki masa kritis. Kemacetan di kota kota besar sudah menjadi permasalahan setiap harinya. Jangankan Jakarta sebagai ibukota, kota kota satelit Jakarta sudah menjadi lokasi kemacetan. Ini akan bertambah jika kemudian kota besar seperti Surabaya, Medan atau bahkan kota propinsi seperti Jayapura.

Satu yang menjadi penyebabnya adalah tidak dilaksanakannya perencanaan Transportasi. Penyebab lainnya adalah Rencana Tata Ruang yang belum terintegrasikan dengan perencanaan Transportasi. Misalnya jika kita kaji lebih detail Rencana Detail Tata Ruang sebagai produk perencanaan yang mengatur zonasi secara detail, belum memasukkan aspek Transportasi secara akurat. Block block perumahan, industri, bisnis belum diatur dan dikalkulasikan berapa kebutuhan Transportasi yang kemudian direkomendasikan kebutuhan infrastructure jalan dan atau Transportasi publik seperti kereta api, bus umum, dll.

Perencanaan yang ada seperti mensahkan aspek keterlanjuran, dimana perencanaan berjalan dengan mengikuti pola pola yang sudah salah sebelumnya. Tidak banyak atau bahkan tidak ada perencanaan yang berniat merombak pola dan structure ruang yang ada demi memenuhi kebutuhan Transportasi dimasa datang.

Bukan hanya Tata Ruang, aspek perencanaan transportasi sebenarnya terabaikan dalam perizinan detail seperti IMB, atau perizinan berusaha terkait pembangunan perumahan dan atau bisnis atau industry. Jangan heran kalau kita sering menemui perumahan di wilayah dengan akses jalan 1 mobil saja padahal unit terbangun jumlahnya ratusan. Atau pernah mungkin melihat pembangunan pasar di pinggiran kota yang terbengkalai tidak terpakai karena tidak ada Transportasi menuju kesana.

Aspek lain yang terabaikan adalah lambatnya perencanaan Transportasi umum, yang kemudian baru disusun ketika tingkat kemacetan sudah tinggi. Masyarakat seperti dipaksa membeli Dan menggunakan kendaraan pribadi karena tidak adanya Transportasi umum.

Kemacetan di jalan bebas hambatan JORR

Apa itu pajak karbon/carbon tax?


Pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas pemakaian bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas bumi dan batubara. Pajak karbon akan diberlakukan mulai 1 Juli 2022 sebesar 11% dan secara bertahap akan di menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Rencana 1 Juli 2022 ini merupakan pengunduran dari rencana pemberlakukan pada tanggal 1 April 2022.

Tarif pajak karbon ditetapkan sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap (batasan) yang ditetapkan.

Mengapa pajak karbon diperlukan tidak terlepas dari komitmen Indonesia dalam penurunan emisi. Komitmen ini merupakan bentuk mitigasi atas dampak perubahan iklim dimana dampaknya bisa berupa:

  1. Kerugian yang disebabkan oleh bencana alam seperti banjir, longsor dan kekeringan.
  2. Penurunan kualitas kesehatan akibat bencana
  3. Kerusakan ekosistem termasuk keanekaragaman hayati
  4. Berujung pada kelangkaan pangan

Regulasi

Regulasi yang menjadi dasar dalam penentuan pajak karbon adalah UU no 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan pada Pasal 13:

Pokok-Pokok Pengaturan:

  • Pengenaan: dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
  • Arah pengenaan pajak karbon: memperhatikan peta jalan pasar karbon dan/atau peta jalan pajak karbon yang memuat strategi penurunan emisi karbon, sasaran sektor prioritas,keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan serta keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.
  • Prinsip pajak karbon: prinsip keadilan (just) dan keterjangkauan (affordable) dengan memperhatikan iklim berusaha, dan masyarakat kecil.
  • Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon dengan tarif paling rendah Rp30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
  • Pemanfaatan penerimaan negara dari Pajak Karbon dilakukan melalui mekanisme APBN. Dapat digunakan antara lain untuk pengendalian perubahan iklim, memberikan bantuansosial kepada rumah tangga miskin yang terdampak pajak karbon, mensubsidi energi terbarukan, dan lain-lain. • Wajib Pajak yang berpartisipasi dalam perdagangan emisi karbon dapat diberikan pengurangan pajak karbon.
  • Pemberlakuan Pajak karbon: berlaku pada 1 April 2022, yang pertama kali dikenakan terhadap badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batubara denganskema cap and tax yang searah dengan implementasi pasar karbon yang sudah mulai berjalan di sektor PLTU batubara

Peraturan Presiden no 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon pada pasal 58:

  • Pungutan Atas Karbon didefinisikan sebagai pungutan negara baik di pusat maupun daerah, berdasarkan kandungan karbon dan/atau potensi emisi karbon dan/atau jumlah emisi karbon dan/atau kinerja Aksi Mitigasi.
  • Selanjutnya, pengaturan atas pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
  • Dengan demikian, Pungutan Atas Karbon dapat berupa pungutan negara yang sudah ada (misalnya Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar, PPnBM), maupun pungutan lain yang akan diterapkan (misalnya pengenaan Pajak Karbon).

Untuk apa dana pajak karbon digunakan:

  1. Pendanaan Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim; ini termasuk kegiatan-kegiatan konservasi dan kegiatan untuk mencegah emisi gas rumah kaca.
  2. Riset dan Investasi program inovasi pengurangan emisi, misalnya invenstasi untuk program zero emisi.
  3. Dana pembangunan umum yang membantu proses penurunan emisi dan kegiatan pembangunan rendah emisi.

Pajak karbon akan dilakukan bertahap dimana ruang lingkup awal akan disasar pada kegiatan penghasil emisi terbesar seperti PLTU batubara, kedepannya pada kegiatan penyumbang emisi terbesar yaitu ENERGI dan TRANPORTASI.

sumber: Kemenkeu: https://gatrik.esdm.go.id/assets/uploads/download_index/files/2bb41-bahan-bkf-kemenkeu.pdf

Mainstreaming Skenario Mitigasi Biodiversity ke tingkat Desa


Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut meratifikasi Konvensi Keankaregaman Hayati secara Global atau Convention oh Biological Diversity. Tidak diragukan bahwa keanekaragaman hayati sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri, baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi sosial dan budaya. Sayangnya justru kegiatan manusia yang dilakukan tanpa memikirkin dampak menjadi ancamana atau kekayaan biodiversity / spesies asli Indonesia dan ekosistemnya. Dampaknya jelas sekali mulai dari bencana sampai kehilangan spesies penting.

Peningkatan pembangunan terutama skala besar perkebunan sawit di Sumatera dan Kalimantan merupakan salah satu penyebab hilangnya kawasan hutan. Dengan sebaran terbesar di Kalimantan dan Sumater sampai saat ini total luasan kebun sawit di Indonesia mencapai 16 juta hektar atau seluas 250 kali luasan DKI Jakarta. Data lain menyebutkan luasan izin dan kawasan perkebunan mencapai 22 juta hektar. Hilangnya hutan identik dengan hilangnya habitat satwa seperti Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Orangutan Kalimantan dan Sumater, badak Kalimantan.

Kesemua umbrella species besar tersebut merupakan spesies besar yang memiliki habitat dan daya jelajah yang luas. Dengan menyelamatkan habitat species di atas akan sekaligus melindungi habitat spesies lain yang ada didalamnya baik jenis-jenis seperti aves/burung, herpetofauna sampai pada spesies tumbuhan.

Salah satu kritik terhadap penyelesaian permasalahan lingkungan hidup di Indonesia adalah mitigasi dilakukan secara tidak terencana. Biasanya mitigasi dilakukan belakangan sesudah dampak dan kerugian didapatkan. Padahal mitigasi harusnya bisa dilakukan pada tahapan perencanaan pembangunan dan ini dapat dilakukan dengan menggunakan skenario mitigasi mulai dari avoid, minimize dan restore.

Kegiatan pada tingkat kampung ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif dalam perencanaan tata guna lahan. Sehingga masyarakat dapat merencanakan mana kawasan yang akan dilindungi, mana kawasan yang bisa diusahakan dengan penerapan prinsip minimize/restore dampak dan mana kawasan yang perlu diusahakan dengan offset atau pengalihan dampak ke usaha konservasi.

Apakah mungkin ini dilakukan?

Perencanaan tata ruang di Indonesia tidak menyentuh sampai tingkat kampung, juridiksi terkecil dalam RDTR misalnya sampai tingkat kecamatan. Tetapi jangan lupa bahwa pengelolaan kawasan di tingkat desa ada pada perencanaan desa/kampung dengan menggandeng perencanaan RPJM Desa/Kampung.