Berkunjung ke beberapa lokasi di kawasan berhutan, kadang saya sedih melihat bagaimana kemudian masyarakat lokal masih melakukan perburuan terhadap satwa liar, baik untuk dijual, dikonsumsi atau dipelihara sendiri. Ada beberapa penyebab masih terjadinya perburuan satwa, faktor ekonomi adalah salah satunya yang kemudian didukung oleh dua hal yaitu lemahnya penegakan hukum dan yang terpenting kadang kala karena tidak adanya kesadaran akan pentingnya satwa serta perlindungan satwa.
Komunitas lokal sendiri dapat dibagi atas 2 type, masyarakat dengan kesadaran akan pentingnya biodiversity biasanya adalah masyarakat adat yang memang memiliki pengetahuan dan kebijakan lokal. Tipe kedua adalah masyarakat yang tidak mengetahui dan peduli masalah pentingnya satwa dan biodiversity karena berasal dari luar daerah dan hidup tanpa ketergantungan biodiversity di sekitarnya.
Pelibatan Komunitas dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati
Dalam kegiatan konservasi, pelibatan masyarakat bukan merupakan hal baru. Di Indonesia sejak tahun 90-an, kegiatan konservasi berbasis masyarakat sudah menjadi hal biasa untuk dilakukan, misalnya project ICDP dan banyak kegiatan lain. Kegiatan konservasi berbasis masyarakat banyak dilakukan dengan prinsip pelibatan masyarakat dalam konteks pembangunan masyarakat akan menjadi memberikan pilihan terkait livelihood sehingga tekanan atas hutan tidak terjadi.
Salah satu aspek pelibatan masyarakat yang penting adalah bahwa pada kegiatan berbasis masyarakat menemukan fakta bahwa banyak kearifan lokal sudah menganut prinsip-prinsip konservasi, misalnya kearifan lokal seperti sasi, hutan keramat, hutan adat, dll. Pada masyarakat adat misalnya nilai-nilai konservasi telah menyatu dalam pengelolaan sumberdaya alam.