Banyak yang mengatakan bahwa kalau belum mengunjungi Wamena, maka belum mengunjungi Papua. Beberapa kali mengunjungi Wamena, tapi kali ini jadi momen bagus untuk ambil foto sebanyak-banyaknya karena pas bawa kamera sendiri dan bukan kamera kantor. Meskipun waktu sempit dan kerjaan banyak, kesempatan untuk ambil foto selalu ada disela-selanya.
Mungkin ada benarnya karena Wamena merupakan pemusatan penduduk wilayah Pegunungan Papua. Kota Wamena terletak di Lembah Baliem yang merupakan pusat dari suku Dani, suku terbesar populasinya di Papua. Wamena ditempuh denga transportasi udara yang tersedia setiap hari dari Jayapura. Jalan darat yang dulu pernah dibuat ternyata tidak bisa digunakan karena fasilitas pendukung yang tidak ada.
Pesawat; satu-satunya transportasi menuju Wamena
Kota Wamena terletak di lembah Baliem, lembah dataran tinggi yang dikelilingi oleh perbukitan dan gunung.
Lembah Baliem
Lembah Baliem dikelilingi oleh perbukitan yang merupakan bagian dari wilayah pegunungan tenga Papua. Para pendaki Cartensz bisa melewati rute utara melalui Wamena.
Puncak Jayawijaya merupakan puncak tertinggi di wilayah pegunungan tengah 4884 m. Di antara puncak-puncak gunung yang ada beberapa diantaranya selalu tertutup salju misalnya Pucak Trikora 4750 m, Puncak Yamin 4595m dan Puncak Mandala 4760m. Tanah pada umumnya terdiri dari batu kapur/gamping dan granit terdapat di daerah pegunungan sedangkan di sekeliling lembah merupakan percampuran antara endapan Lumpur, tanah liat dan lempung (need cross check) .
Pegunungan di Wamena yang mengelilingi Lembah BaliemBatuan kapur merupakan jenis batuan yang membentuk pegunungan di sekitar wilayah Kurulu
Suku Dani sebagai suku terbesar yang mendiami lembah Baliem, selain itu ada suku Yali dan suku Kimyal, dll. Kebudayaan masyarakat suku asli dapat dikatakan sebagai budaya batu, dimana peralatan dibuat masih menggunakan batu dan sederhana sekali, misalnya kapak batu, tombak dan panah.
Suku Dani
Sementara rumah tradisional disebut dengan honai, yang dibuat dengan atap jerami dan kayu sebagai kerangka. Salah satu yang menarik dari suku dani adalah cara mereka membuat pagar yang tertata rapi, bisa dilihat dalam foto berikut.
Gabungan honai dan rumah semi permanen di Bulakme
Wamena juga terkenal dengan upacara tradisional bakar batu, yang prosesnya dilakukan secara tradisional, dimulai dengan membakar batu sampai panas, membuat lubang, memasukkan sayuran dan ubi serta daging babi.
Upacara Bakar Batu
Perjalanan kali ini juga mengunjungi distrik Bulakme, ditempuh dengan jarak sekitar 1 jam perjalanan darat dari pusat kota Wamena. Distrik ini masih merupakan wilayah kerja saya dan beberapa CBO dan CSO bekerja di wilayah ini.
Pemandangan Bolakme dengan kolam ikan yang merupakan bagian dari program PcDPAnak-anak Bolakme malu difoto
Semoga besar mereka bisa jadi presiden seperti gambar Obama di kaos mereka.
Anak dari Bulakme
Kalau sudah sampai Wamena jangan lupa jalan-jalan ke Kurulu untuk melihat mumi di distrik Kurulu. Menurut masyarakat, usianya sudah 368 tahun.
Mumi dari Kurulu 368 tahun usianyaMumi dari Kurulu
Lama tinggal di Jayapura membuat saya tergelitik juga menulis mengenai perencanaan kota yang pada dasarnya cantik dan punya sejarah menarik.
Kota Jayapura merupakan kota pantai, secara morfologi merupakan sebuah kota di teluk yang terlindung dan memiliki panorama yang luar biasa cantik. Kota yang terletak di teluk Humbolt ini merupakan kota dengan pantai dengan wilayah datar yang sempit, langsung berbatasan dengan perbukitan dan pegunungan Cyclops. Kota yang memeperingati ulang tahunnya bersamaan dengan dibentuknya kota bernama Holandia 7 Maret 1910. Ekplorasi ke Papua oleh Belanda sendiri sudah dilakukan sejak tahun 1898, sementara beberapa penulis menyebutka bahwa dalam Kitab Negara Kertagama, Papua sudah dijelajahi jaman itu dan beberapa catatan ada dalam kitab tersebut. Kota Jayapura sendiri merupakan kota bersejarah pada perang dunia kedua, dimana kota ini pernah menjadi wilayah basis pertahanan, masih tersisa pantai Base G sebagai nama pantai, pada dasarnya seluruh kota merupakan base perang ke 7 AS dalam perag dunia ke II, dimana kedelapan atau base H letaknya di Filipina.
Berikut adalah peta kota jayapura pada perang dunia II
Secara geografi ada 3 bagian wilayah Kotamadaya Jayapura, yaitu pusat kota yang letaknya memang di kota lama Holandia di ujung muara sungai Numbai, wilayah daratan langsung bertemu dengan teluk Humbolt. Bagian kedua adalah wilayah perbukitan sepanjang pusat kota sampai Waena, misalkan saja wilayah perbukitan mulai dari Trikora, Angkasa, Tasangkapura sampai ke wilayah UNCEN. Bagian ketiga adalah wilayah hinterland pantai yang juga berdekatan dengan danau Sentani yaitu wilayah Abepura dan Waena, bagian wilayah ini memiliki morfologi yang datar, Waena merupakan wilayah bergelombang dan langsung bertemu dengan Pegunungan Cyclops.
Dibandingkan dengan pusat Kota Jayapura yang sempit dan terbatasa wilayah datarnya, maka wilayah Abepura dan Waena merupakan wilayah dataran rendah yang cukup luas. Wilayah ini didominasi oleh rawa belakang pantai pada bagian selatan, sementara di bagian utara terutama Waena merupakan wilayah yang letaknya tepat dikaki Pegunungan Cyclops. Dengan wilayah dataran yang cukup luas, maka pembangunan pemukiman sangat pesat diwilayah ini dibandingkan dengan Pusat Kota Jayapura yang sudah tidak memiliki wilayah datar untuk dibangun. Sementara itu wilayah lain yang masuk Kabupaten Jayapura adalah Sentani, pada lokasi yang letaknya tepat di bagian utara Danau Sentani inilah terdapat Bandara Sentani sebagai pintu masuk kota melalui udara.
Citra satelit dari Google dan Wikimapia berikut memberikan gambaran mengenai letak dan posisi masing-masing kota.
Jayapura, Abepura, Waena dan Sentani dari Citra Google
Melihat pada perkembangan kota yang ada maka saya menyimpulkan bahwa bahwa perencanaan Kota Jayapura bisa dikatakan tidak ada, kota ini terbangun secara alami/organik sesuai dengan perkembangan penduduk dan kegiatan ekonomi. Kota yang tumbuh tanpa konsep perencanaan yang baik ini menyebabkan kehilangan berbagai unsur menarik yang seharusnya menjadi andalan sebuah kota tepi pantai. Lihat saja pembangunan di sekitar pelabuhan Jayapura, dimana Pemerintah Kota Jayapura memberikan ijin pembangunan Ruko di bagian pantai, yang tentu saja secara estetika perencanaan kota akan menutup view dan akses ke pantai.
Demikian juga dengan pembangunan pemukiman yang tidak terkontrol pada wilayah perbukitan, ini bisa dilihat pada pembangunan wilayah di APO, wilayah Angkasapura, wilayah Tasangkapura yang terbangun di perbukitan tanpa ada perencanaan pembangunan.
Idealnya konsep wilayah pantai dalam perencanaan kota mengutamakan beberapa hal:
1. Membiarkan wilayah pantai sebagai lokasi umum yang terbuka.
2. Pola jalan mengikuti pola alam yang disesuaikan dengan kontur wilayah tanpa mengubah pola alami.
3. Pola pemukiman mengikuti kontur wilayah dengan pengaturan yang baik.
4. Pola pembangunan tambatan kapal dan pelabuhan diatur sedemikian rupa sesuai dengan estetika dan kondisi pantai.
Secara lebih detail dapat disimpulkan bahwa lihat struktur kota di Pusat Kota Jayapura yang terbangun tanpa perencanaan, pemukiman di sisi jalan ke arah pantai yang menutupi semua pemandangan ke arah laut. Kemudian pemukiman di bagian lain juga dibangun tanpa melihat kontur sehingga bangunan pada wilayah perbukitan merupakan pemandangan yang tidak mengindahkan kaidah geografis, bangunan pemukiman yang kehabisan wilayah datar kini naik keperbukitan tanpa perencanaan sama sekali. Bukan hanya pemukiman, secara detail juga terlihat bangunan perkantoran menutup wilayah pantai, hanya tersisa sedikit sekali wilayah terbuka seperti terlihat di Dok 2 yang letaknya tepat di depan kantor Gubernur.
Struktur pembangunan jalan juga belum sepenuhnya mengikuti pola yang sesuai dengan kontur, pada beberapa ruas jalan baru yang letaknya terutama pada wilayah penghubung pemukiman dengan jalan utama masih dibangun dengan mengabaikan pola-pola aliran air serta memotong kontur pada wilayah tertentu. Pada beberapa ruas jalan misalnya saja ruas jalan yang mengarah ke Entrop sepertinya dibangun tanpa melihat pola wilayah rawa yang biasanya basah pada musim hujan. Akibatnya jalan ini selalu tergenang dan rusak pada musim penghujan. Infrastruktur jalan yang terbangun, juga tidak diikuti oleh pembangunan gorong-gorong air.
Mensinergikan Ilmu Perencanaan, Lingkungan Hidup dan Manusia
Pada wilayah coastal perencanaan harus memperhatikan pola-pola alami dan faktor lingkungan hidup. Ini sudah menjadi faktor utama dalam perencanaan wilayah pantai, ekosistem pantai yang rentan merupakan penyebab utama sehingga hal ini patut menjadi perhatian. Sedikit saja perubahan dilakukan di wilayah pantai akan berpengaruh pada wilayah lain.
Pada kasus Jayapura ekosistem yang ada jauh lebih kompleks dibanding wilayah pantai yang lain, dimana wilayah pantai di Pusat Kota misalnya langsung berbatasan degan wilayah pegunungan Cyclops. Perubahan ekosistem pada wilayah perbukitan Cyclops dan perubahan fungsi lahan tanpa kajian lingkungan yang baik akan menyebabkan kerusakan lingkungan, kehilangan sumber mata air dan perubahan estetika. Simak saja keluhan penduduk sekitar Cyclops akan kekurangan pasokan air pada musim kemarau, hal ini terkait dengan perubahan
Perubahan juga akan mengubah pola aliran air permukaan, dimana perubahan ekstrem penggunaan tanah di wilayah pegunungan sepanjang kota akan menyebabkan banjir sementara ketika curah hujan rendah.
Berikut adalah gambarn Morfologi Jayapura diambil dari perbukitan.
Pemukiman di Jayapura
Aspek lingkungan lainnya tentu saja terkait dengan penangan limbah, penangangan limbah yang kurang baik menyebabkan pencemaran yang tentu saja akan merusak ekosistem pantai. Aspek inipun terbaikan karena penanganan limbah di kota Jayapura belum sepenuhnya mampu mencegah pencemaran pantai.
Aspek manusia tentu menjadi hal yang utama, kebutuhan-kebutuhan manusia akan beberapa ruang publik kelihatan terbaiakan. Pembangunan infrastruktur yang menutup wilayah pantai menutup ruang publik dan akses publik atas pantai. Akibatnya ruang publik hanya terbatas di wilayah sekitar Dok 2, sementara wilayah wisata publik seperti pantai Base G tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah akibatnya bukan menjadi lokasi tujuan wisata. Lokasi publik terkait dengan kebutuhan taman dan ruang terbuka hijau juga sangat terbatas, ruang aktifitas olahraga juga terbatas.
Kekurangan area publik menjadikan mereka tidak mempunyai lapangan bermain sepakbola
Ide Perencanaan Yang Terintegrasi
Tentu saja belum terlambat untuk membuat perencanaan kota yang baik. Dalam kaitan dengan studi perencanaan didapati beberapa bahan pembelajaran yang harus diperhatikan untuk membuat perencanaan yang baik pada wilayah pantai. Apa saja yang harus diperhatikan dalam perencanaan kota Jayapura:
1. Melindungi elemen-elemen yang menarik di kota Jayapura, misalnya pantai dan perbukitan.
2. Melindungi wilayah-wilayah bersejarah, ini bisa dilakukan dengan menjaga infrastruktur dan bangunan bersejarah.
3. Regulasi bagi kegiatan-kegiatan industri, perdagangan dan pemukiman agar tidak merusak ekosistem pantai. termasuk melindungi wilayah pantai dan laut dari limbah-limbah pemukiman, usaha perdagangan dan industri.
4. Kebijakan pembangunan yang ketat, pengaturan pola-pola infrastruktur yang menggunakan pendekatan berbasis ekosistem.
5. Perencanaan dan management wisata sebagai aspek penting dalam pembangunan
Pembangunan Restoran Pinggir Pantai Tanpa Perencanaan
Tantangan dan Peluang
Tentu saja tantangan pembangunan ada disemua wilayah, terkait dengan Jayapura tantangan awalnya adala pola pembangunan yang sudah terlanjur tidak terencana. Tantangan kedua adalah masalah mengenai laju pertumbuhan penduduk yang juga besar. Tantangan yang terakhir adalah manajemen alokasi ruang yang sesuai dengan hak-hak ulayat masyarakat.
Tentu saja tantangan ini bisa diatasi dengan perencanaan yang lebih baik, pembatasan pembangunan di wilayah berlereng misalnya harus segera dilakukan, demikian pula dengan pembatasan pembangunan di wilayah pesisir pantai. Usaha ini bisa diintegrasikan dengan kegiatan pariwisata dimana perijinan dilakukan hanya jika memberi keuntungan untuk aspek wisata. Ini bisa dilakukan dengan membuat wilayah perencanaan terpadu, dimana pengelolaan wilayah wisata dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat dengan mengikuti regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah kota. Tentu saja intergrasi dengan program diluar perencanaan harus dilakukan, seperti sektor pariwisata, pekerjaan umum, perindustrian dan pemukiman. Ini sudah dilakukan di Bali, dimana pengelolaan pantai melibatkan masyarakat secara langsung. Hal yang sama dapat dilakukan untuk mengelola potensi wisata di Pantai Base G misalnya.
Terkait dengan hak ulayat masyarakat misalnya pelajaran dari wilayah tetangga seperti PNG, menggunakan sistem sewa penggunaan lahan dibandingkan dengan penjualan, diintegrasikan dengan pemanfaatan tenaga lokal yang sebesar-besarnya. Pembangunan manusia, peningkatan kapasitas dan pengetahuan melalui aspek pendidikan menjadi kunci bagi perencanaan kota Jayapura dimasa depan.
Bulan Juni kemarin saya berkesempatan untuk mengunjungi Yapen. Wilayah kepulauan dengan satu pulau besar yapen yang memanjang dan juga dengan beberapa pulau kecil di sekelilingnya.
Berkeliling dibagian selatan mulai dari distrik Poom sampai distrik Yapen Utara memberikan gambaran umum buat saya mengenai kondisi Pulau Yapen. Dengan luas areal datar dan pantai yang sempit, Yapen tidak bisa menggantungkan hidup pada pertanian sekala besar. Hanya pertanian sekala kecil dengan tanamana keras yang mampu diolah dan menjadi produk unggulan. Sebut saja misalnya tanaman pinang dan coklat.
Yang paling memungkinkan untuk menjadi andalan pengembangan wilayah adalah pemanfaatan sumberdaya laut, dengan garis pantai yang panjang maka pengembangan wilayah yang paling memungkinkan adalah pengembangan produk pertanian. Aglomerasinya sebenarnya bisa dengan Pulau Biak. Jarak Yapen yang hanya sekitar 60 km dari Biak memungkinkan pengembangan produk kelautan secara bersama.