Memetakan Pilkada 2020 dalam konteks pendemi


Ditengah pandemi Covid 19, Pilkada serentek tetap akan dilakukan di Indonesia. Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Peta Sembilan Provinsi Pelaksana Pilkada 2020

Ada banyak wacana mengenai perlu-nya ditunda kegiatan Pilkada 2020 karena pendemi Covid 19 ini, tetapi pada akhirnya kebijakan yang diambil pemerintah tetap melaksanakan Pilkada serentak dengan menggunakan protokol pandemi.

Hubungan Pilkada dan Perkembangan Pandemi

Jika ingin melihat hubungan antara Pilkada dengan perkembangan pandemi, salah satu cara sederhana adalah membandingkan data kejadian pandemi seperti jumlah penduduk terinfeksi dengan timeline Pilkada. Idealnya ini dilakukan time series dengan periodik per bulan.

Sumber: https://experience.arcgis.com/experience/bf4eb5d76e98423c865678e32c8937d4

Kajian perbandingan dapat dilakukan membandingkan angka terkena Covid 19 dengan sejalan dengan perkembangan Pilkada. Jika ini dilakukan dalam batas kabupaten, akan lebih terlihat bagaimana keterkaitan antara Pilkada dengan peningkatan pandemi.

Cluster-cluster penularan Covid 19 seperti diketahui adalah lokasi dimana massa berkumpul seperti tranportasi umum, tempat perbelanjaan, tempat hiburan, atau cluster kecil seperti kantor atau pertemuan lainnya. Pilkada memiliki peluang besar untuk menjadi cluster baru, baik mulai dari kegiatan pendaftaran (yang dilakukan dengan pengumpulan massa), kampanye yang dilakukan dengan pengumpulan massa dan tentunya pengambilan suara yang tidak dilakukan dengan protokol pandemi. Resiko ini tentunya dapat dicegah dengan menerapkan protokol yang super ketat, tetapi sayangnya masih pada tahap awal saja sudah ditemui banyak pelanggaran.

Show me the map!


“Tunjukkan peta-nya” sudah menjadi pertanyaan banyak pengambil kebijakan saat ini. Ketika kita menyampaikan bahwa Covid19 tertinggi di Indonesia di Jakarta, Surabaya dan Makassar maka ‘tunjukkan peta-nya’ dan akan lebih mudah untuk mengambil kebijakan penanganan.

Ketika membicarakan ‘kemiskinan’, maka tunjukkan peta-nya, dimana lokasi-lokasi yang menjadi wilayah miskin atau tidak. Maka ketika peta pertama muncul akan muncul pertanyaan kedua ‘tunjukkan peta kepadatan penduduk-nya’, lalu tunjukkan ‘peta tingkat pendidikan’, lalu tunjukkan ‘peta fasilitas kesehatan’, lalu ‘peta kekayaan sumberdaya alam’. Terakhir baru kita sadar bahwa pola kemiskinan akan sangat terkait dengan pendidikan dan kesehatan, bukan kekayaan sumberdaya alam.

Kemajuan teknologi saat ini menjadi proses pembuatan peta bukan lagi hal sulit, yang terpenting adalah memahami KONTEKS dan mengisi dengan KONTEN yang dapat diandalkan. Geographic Information System (GIS) sudah menjadi tools yang mudah dijangkau, mudah digunakan dan bahkan pada negara-negara maju sudah diajarkan sejak masa kecil. National Geographic menyebut proses geNGeo, sebuah proses membangun GeNerasi yang melek Geography dan GeoSpatial secara umum.

Show me the map!

Tunjukkan saya peta-nya.

Karena dengan memahami masalah dengan konteks spatial-nya akan banyak hal-hal yang dapat dijawab atau diselesaikan dengan lebih baik.

Sumber : ESRI Conference, 2020

Kebakaran Hutan, Tools Online dan Kebijakan Pencegahan


Tahun ini kembali terjadi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, sebuah kejadian tahunan yang buat sebagian yang tidak terpengaruh langsung seperti sebuah berita rutin tahunan. Pada wilayah terpengaruh seperti Riau, Jambi, Kalteng misalnya kejadian ini seperti musibah tahunan yang tidak bisa dielakkan dan membuat frustasi.

Tools Online Yang Tersedia

Sebenarnya terdapat beberapa tools online yang bisa digunakan untuk melakukan pemantauan hotspot, pemerintah misalnya memiliki tools Sipongi.

sipongi_01
Screen Capture Sipongi, 23 September 2019

Sipongi menggunakan citra Terra/Aqua (LAPAN), NPP (LAPAN) dan NOAA (ASMC) dan menampilkan hospot dengan tingkat kepercayaan 80% atau lebih.

Tools di atas memberikan informasi jumlah hotspot di Indonesia, dimana konsep hotspot merupakan titik panas pixel citra satelit yang menunjukkan lokasi dengan intensitas infra red yang tinggi.

“Sebaran hotspot belum tentu kebakaran”

Hal diatas merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan, karena tidak semua hotspot identik dengan kebakaran, karena hotspot merupakan interpretasi citra satelit dan belum menggambarkan peristiwa kebakaran.

Selain Sipongi terdapat juga beberapa tools yang dibangun oleh beberapa non profit seperti Global Forest Watch Fires.

GFW_fires_01
Global Forest Watch Fire, screen capture 23 September 2019.

Berbeda dengan Sipongi, Global Forest Watch Fires menampilkan beberapa hotspot global termasuk khusus untuk Indonesia yang kemungkinan mengacu ke Sipongi. Selain itu GFW Fires juga memunculkan fungsi analisis per negara atau sub-national (provinsi dan kabupaten) dengan menampilkan beberapa layer data seperti konsesi dan status kawasan dan wilayah administrasi.

Report_GFW_02
Hasil analisis dengan GFW Fires- 23 Sept 2019

Hasil kajian di atas dapat diperlakukan sebagai sebuah indikatif berdasarkan overlay hotspot dengan layer lain seperti konsesi.

Kedua tools sebenarnya bisa diakses oleh siapapun untuk membantu memberikan informasi mengenai wilayah hotspot sebagai indikasi kebakaran hutan dan lahan.

Kebijakan Pencegahan

Salah satu sorotan menarik  sebenarnya adalah mempertanyakan kebijakan pencegahan dimana tools ini bisa memberikan ‘sejarah sebaran hotspot’ yang kemudian dapat digunakan untuk membuat kebijakan pencegahan.

Sipongi misalnya memberikan gambaran kondisi hotspot

sipongi_02
Graphik perkembangan hostpot Indonesia. 

sipongi_03
Data per bulan di tahun 2019

Dari data di atas terdapat tren peningkatan di bulan Juli, dimana kemudian aksi pencegahan dapat dilakukan melalui dukungan kebijakan seperti pengecekan lapangan dan kebijakan pencegahan lainnya.

Juga dengan menggunakan GFW-Fires menggambarkan sebaran hotspot di beberapa bulan di Indonesia:

Juni – 5,610

July – 20,047

Agustus – 78,586

September (s/d 23 Sept) – 196,222

Jika ini dilakukan pada tingkat kabupaten sebenarnya trend hotspot dengan kejadian kebakaran cenderung satu arah, sehingga peningkatan jumlah hotspot yang terdeteksi jika di breakdown dalam hitungan mingggu maka proses pencegahan bisa dilakukan dengan menggunakan data hotspot.

Sekali lagi kebijakan pencegahan sebenarnya bisa dilakukan di bulan Juli, sehingga dampak kebakaran di September dapat diminimalkan.

 

 

 

 

 

Apa Selanjutnya Setelah Peluncuran GeoPortal Kebijakan Satu Peta?


Pemerintah baru saja meluncurkan  geo portal Kebijakan Satu Peta, sebuah milestone terbaru dari kebijakan Satu Peta.

Portal ini bisa diakses melalui link: https://portalksp.ina-sdi.or.id/ , tetapi saat ini akses diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 20/Tahun 2018, kewenangan akses berbagi data diperuntukkan bagi Presiden, Menteri, Pimpinan Lembaga, Gubernur dan Bupati/Walikota.

Hasil peta yang menarik adalah Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT yang menurut saya menarik untuk dilihat. Pertanyaan bagaimana GeoPortal Kebijakan Satu Peta mampu menjadi bagian dari solusi dari penyelesaian tumpang tindih tersebut? Jawaban pertanyaan tersebut akan sangat banyak dan memerlukan proses panjang karena tumpang tindih yang ada sudah terjadi dalam jangka waktu lama dan melibatkan banyak pihak.

Sebagai penggiat pemetaan dan perencanaan spatial ada pertanyaan kunci bagi saya; Apakah kemudian semua pengambil kebijakan yang memiliki kewenangan akses berbagi data tersebut memiliki visi pentingnya data dan informasi spatial? Pertanyaan kedua adalah Jika akan digunakan dalam pengambilan kebijakan, apakah terdapat kemampuan untuk menggunakan data-data tersebut dalam proses pengambilan kebijakan?

Bayangkan satu kabupaten di pelosok mencoba menjawab pertanyaan dimana saya dapat menempatkan satu ijin lokasi perkebunan? Selama ini jawaban atas pertanyaan ini hanya mengacu pada tata ruang, jika kawasan itu APL atau HPK (dengan ijin pelepasan). Peta-peta di geoportal KSP sebenarnya mampu memberikan masukan lebih jauh. Data yang ada bisa digunakan sebagai screening layer misalnya data konsesi lainnya akan memastikan ijin tidak tumpang tindih, data sumberdaya alam lainnya termasuk bencana dapat digunakan, data sebaran industri akan membantu jika memang perkebunan akan diolah menjadi bukan hanya bahan mentah, data infrastruktur jalan, listrik, dll membantu memberikan gambaran apakah perkebunan tersebut memiliki akses ke pasar.

Kemampuan penggunaan data spatial sebagai pendukung pengambilan kebijakan akan menjadi hal penting yang segera harus diisi, untuk itu pengambil kebijakan tidak hanya disediakan data spatial yang lengkap tetapi dibangun pengetahuannya untuk mampu menggunakan data dan informasi spatial dalam pengambilan kebijakan.

Penggunaan data Geoportal KSP  ini juga harus dipikirkan lebih lanjut lagi, misalnya akses kedata spatial seharusnya juga bisa didapat oleh pihak-pihak diluar pemerintah seperti akademisi, peneliti, swasta dan masyarakat. Sehingga pada satu waktu semua pihak bisa berdiskusi terkait perencanaan ruang dengan menggunakan basis data spatial yang sama, jika tidak maka benang kusut tumpang tindih baru akan terbentuk.

Satu kegiatan lanjutan adalah membangun kekuatan simpul-simpul jaringan geodata spatial yang kuat sampai ketingkat kabupaten. Ini dibarengi dengan program-program pelatihan kemampuan pengolahan dan pemanfaatan data spatial sehingga semua pihak yang membutuhkan dan menggunakan data spatial dalam Kebijakan Satu Peta menjadi ‘melek spasial”.

 

 

 

Tutupan Hutan dan Lahan Kalimantan Timur


Berbicara tentang kondisi wilayah saya sangat setuju dengan kutipan yang mengatakan ‘peta berbicara lebih banyak dari kata-kata”.

Berikut adalah hasil kalkulasi GIS tentang tutupan hutan di Kalimantan Timur yang dapat dilihat dalam peta dan tabel berikut:

Tabel_06_tutupan_lahan_Provinsi

Untuk sebaran spatial dapat dilihat dalam peta berikut:

ANALISIS LAND COVER HTI KALTIM_januari2018

Kalkulasi selanjutnya dilakukan untuk wilayah-wilayah konsesi serta wilayah kategori hutan produksi dan APL di Kalimantan Timur.

Tutupan Lahan di APL

ANALISIS LAND COVER_APL_PerkebunanANALISIS LAND COVER_Konsesi_Sawit

Detail laporan dapat diunduh dalam link berikut:

https://tnc.box.com/s/m3bb9pqp96p5psmmeezplzyar964fl9k

Threats for Mangrove Ecosystem


In East Kalimantan major threats for mangrove ecosystem mostly from aquaculture such as shrimp or fish pond. In general the primary threats to all mangrove species are habitat destruction and removal of mangrove areas for conversion to aquaculture, agriculture, urban and coastal development, and overexploitation.

Delta mahakam
Land cover in Mahakam river Delta, 70% of areas converted into pond

Same land conversion happened in Berau, some of areas converted into pond. Numbers of shrimp ponds increased by years.

Hulu Sungai Berau
Land cover in Berau river Delta 

Bagaimana Tutupan Lahan di Taman Nasional?


Taman Nasional merupakan kawasan yang dilindungi dari kegiatan-kegiatan konversi dari kawasan alami seperti hutan menjadi kegiatan-kegiatan pembangunan. Penunjukkan kawasan Taman Nasional bukan berarti menjadikan kawasan tersebut aman dan bebas dari kegiatan konversi lahan.

Berikut adalah gambaran Taman Nasional Kutai. Bagian berwarna ungu adalah kawasan taman nasional berdasarkan SK KLHK no 278 tentang fungsi kawasan hutan.

TN_Kutai

Tetapi kawasan seperti Taman Nasional Kutai merupakan kawasan dengan tutupan hutan yang sudah berubah.

Saya mencoba melakukan overlay antara kawasan Taman Nasional dengan Peta Tutupan Lahan 2016 yang dari KLHK. Tanpa melakukan kalkulasi kita bisa melihat bagaimana kawasan Taman Nasional sudah berubah menjadi penggunaan lain.

TN_Kuta_landcoveri

Dari peta di atas terlihat semak belukar rawa menyebar di beberapa bagian mulai dari bagian timur. Semak/belukar menyebar di hampir semua bagian mulai dari timur, barat, utara dan selatan dengan tutupan yang cukup luas. Juga terdapat 2 blok lahan terbuka sudah terlihat di bagian selatan yang berbatasan dengan tutupan lahan tambang dan tutupan lahan HTI. Juga terdapat bagian Taman Nasional dengan tutupan lahan hutan tanaman industri.

 

Newest East Kal Forest Status: More APL and HPK for oil palm


Anyone need spatial data on forest status in East Kalimantan, please follow this link and you could download shapefile format of the data.

https://drive.google.com/open?id=0B5TgHjfSZOMXX0dTUHBiWTBIVkk 

As you can see from table and chart below, some additional areas designated for APL (read: oil palm).

SK278_1

Additional area were in Berau as you could see from table below:

SK278
Difference between previous forest status with this new one

Regulation in decree format could download with this link: https://drive.google.com/open?id=0B5TgHjfSZOMXbHpsX0cxTUh2QVU

Data LandSystem


Salah satu data ‘kuno’ yang masih terus dipakai adalah data Land system keluaran REPPPROT tahun 1988 dengan sedikit revisi yang dirilis tahun 1990. Data tersebut dibuat dengan sekala 1:250k.

Data landsystem merupakan salah satu data yang paling banyak dipakai untuk kajian HCV di Indonesia. Yang cukup membingungkan adalah kebanyakan kajian HCV tersebut pada sekala 1:5k – 1:25k, berarti terjadi bias yang sangat besar dalam penggunaan data ini.

Berikut link data landsystem Indonesia:  Indonesia: https://www.dropbox.com/s/ev0pgq9l1kedj52/Land_systemIDNandPNG.zip?dl=0 

 

Sumber-sumber Data (gratis) untuk Remote Sensing


Seorang teman dari Papua bertanya dimana bisa membeli Landsat. Saya bilang kalau memang dari Pemda bisa mendapatkan dari LAPAN.

Sebenarnya data-data citra satelit saat ini bisa di download dengan mudah. Ini dapat dilakukan untuk mendownload data Landsat,  SRTM dan citra-citra arsip lainnya.

Web yang bisa dilihat adalah:

  1. Data LANDSAT dapat didownload melalui http://glovis.usgs.gov/
  2. Data arsip LANDSAT dapat didownload melalui web University of Maryland: http://glcf.umd.edu/data/landsat/
  3. Data berbagai jenis images dapat didownload melalui http://earthexplorer.usgs.gov/ link ini menyediakan data termasuk photo udara, SRTM, Radar, dll
  4. Data ALOS PALSAR Dapat di download melalui web berikut: http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/en/palsar_fnf/fnf_index.htm

Secara detail bisa dilihat dalam presentasi berikut.

Sumber sumber data Remote Sensing