Data Spatial dan Konservasi 2


Belum lama ini saya menonton National Geopraphic TV yang menampilkan kekayaan bioversity di Indonesia, acara ini menampilkan spesies dan habitat yang luar biasa indah dan unik di wilayah Kalimantan dan Papua. Saya terkagum-kagum sambil bertanya ” sampai kapan kekayaan ini bisa bertahan?”. Apakah habitat spesies-spesies ini bisa dilestarikan? Apakah perencanaan pembangunan di wilayah-wilayah ini memperhatikan aspek konservasi yang mendukung pelestarian habitat tersebut? Apakah habitat itu sudah dipetakan dan masuk dalam pola ruang RTRW wilayah? Sejumlah pertanyaan berujung “dimana” mengalir di kepala saya.

Konservasi selalu akan berujung dengan pertanyaan dimana? Itu juga yang menjadikan data spatial memberikan kontribusi yang penting kegiatan konservasi. Tengok saja web: http://maps.tnc.org/ yang selalu mendapatkan update ketika ada satu inisiatif yang menggunakan pendekatan berbasis spatial.

Pendekatan Landscape

Salah satu pendekatan konservasi yang erat dengan penggunaan data spatial adalah pendekatan berbasis landscape. Ada banyak pengertian mengenai pendekatan berbasis landscape (landscape approach) tetapi ada benang merah dimana semua pendekatan konservasi yang dikembangkan dengan pendekatan landscape merupakan pendekatan berbasis spatial. Pendekatan-pendekatan seperti perencanaan wilayah daerah aliran sunga (DAS), pendekatan ecoregion, dll.

Tools-tools pengelolaan pengelolaan berbasis landscape seperti HCV, HCS, CbD, dll merupakan tools yang dilakukan dengan menggunakan data spatial sebagai dasar pengelolaan.

Pendekatan landscape sebenarnya bukan sesuatu yang baru bagi pembangunan di Indonesia, coba lihat project Reppprot tahun 80-an yang dikembangkan untuk penentuan wilayah transmigrasi merupakan pendekatan berbasis landscape dengan menggali semua aspek yang dibutuhkan.

Kaitan Dengan Perencanaan Wilayah

Fakta yang ada adalah seperti ini:

– Tata ruang merupakan perencanaan ruang yang legal dimana didalamnya terdapat pola ruang dan struktur ruang dalam rentang medium ( 5 tahun) dan jangka panjang (20 tahun). Apa yang ada didalamnya dokumen tata ruang akan menjadi blueprint pembangunan pada tatanan ruang.

– Kawasan-kawasan di luar kawasan lindung merupakan kawasan yang akan dijadikan sebagai kawasan yang dibuka dan di kelola untuk pembangunan. Pada banyak wilayah di Indonesia kawasan ini belum dipetakan secara untuk “apa yang ada didalamnya?, berapa kekayaan biodiversity yang ada didalamnya? apa yang akan terjadi/dampak dari perubaha kawasan ini?”

– Jika satu wilayah Kabupaten dan Provinsi akan melakukan perencanaan secara lebih detail, faktanya adalah kekurangan data dan informasi berbasis ruang yang mampu dijadikan baseline dalam penentuan tata ruang. Belum lagi bicara kapasitas untuk menggunakan dan mengelola data spatial di tingkat kabupaten dan provinsi.

Salah satu aspek penting yang terlupakan dalam perencanaan wilayah di Indonesia adalah aspek kekayaan biodiversity. Kita dikaji secara mendalam maka perencanaan pembangunan di Indonesia melupakan aspek biodiversity, beberapa inisiatif yang diluncurkan belakangan ini seperti IBSAP (Rencana Aksi Biodivesity Indonesia) atau beberapa kegiatan seperti RAD GRK yang berkontribusi pada penyelamatan kawasan di Indonesia bisa dikatakan terlambat. Kalaupun inisiatif ini diluncurkan, masih sulit dilakukan karena kemudian harus di mainstreaming, atau di sinergikan dalam perencanaan pembangunan dalam RPJM atau dalam RTRW. Dimana efektifitasnya diragukan.

According to the LIPI, Indonesia boats more than 38,000 species of plants, of which 55 percent are native. The richness has made Indonesia the world’s fifth-most wealthy country in terms of biodiversity. – See more at: http://www.thejakartapost.com/news/2010/05/24/indonesia039s-biodiversity-under-serious-threat-lipi.html#sthash.a0EhsW9N.dpuf

Peluang memasukkan aspek konservasi dalam pembangunan mustinya dilakukan secara utuh, artinya ada aspek-aspek perencanaan wilayah yang memasukkan parameter-parameter konservasi di dalam penentuan kebijakan, rencana dan program pembangunan. Tanpa memasukkan aspek-aspek ini dalam perencanaan maka usaha paralel yang dilakukan untuk konservasi dan perlindungan keanakeragaman hayati hanya menjadi suatu aspek yang tetap terlupakan.

Bagaimana ini dilakukan? Coba tengok penentuan kawasan lindung di dalam Tata Ruang. Penentuan kawasan lindung dalam peraturan tata ruang hanya memasukkan aspek perlindungan tanah dan air. Belum memasukkan perlindungan biodiversity dengan memasukkan perlindungan habitat bagi semua kekayaan biodiversity di Indonesia. Meskipun ada ‘kata’ perlindungan satwa dan habitat, tetapi tidak ada peraturan detail yang diturunkan untuk memasukkan aspek ini dalam Tata Ruang.

Jangan Lupakan Ilmu Geografi dan Ilmu Kebumian


Image

Ini merupakan catatan akhir tahun saya.

Pekerjaan saya menuntut untuk mengunjungi dan bekerja bersama beberapa pemerintah daerah. Ada banyak hal bisa saya simpulkan dalam kaitan dengan aplikasi bidang ilmu geografi.

Geografi sebagai ilmu tampaknya masih terlupakan dan tidak dikenal oleh banyak pihak. Demikian pula dengan ilmu-ilmu lain yang berbasis geoscience seperti geologi, geodesi, klimatologi.dll masih merupakan ilmu yang terpinggirkan. Wikipedia menuliskan singkat saja mengenai geografi bahwa Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Kata geografi berasal dari Bahasa Yunani yaitu gêo (“Bumi”) dan graphein (“tulisan”, atau “menjelaskan”).
Geografi juga merupakan nama judul buku bersejarah pada subjek ini, yang terkenal adalah Geographia tulisan Klaudios Ptolemaios (abad kedua).
Geografi lebih dari sekedar kartografi, studi tentang peta. Geografi tidak hanya menjawab apa dan dimana di atas muka bumi, tapi juga mengapa di situ dan tidak di tempat lainnya, kadang diartikan dengan “lokasi pada ruang.” Geografi mempelajari hal ini, baik yang disebabkan oleh alam atau manusia. Juga mempelajari akibat yang disebabkan dari perbedaan yang terjadi itu.

Sebagai negara dengan luas wilayah besar dan variasi bentang alam yang luar biasa kaya, maka geografi dan ilmu dasar berbasis kebumian lain (geoscience) seharusnya menjadi ilmu yang penting untuk dikembangkan dan menjadi dasar dalam pelaksanaan kehidupan, pembangunan dan semua aspek lain.
Ada beberapa alasan mengapa geografi menjadi hal yang terpinggirkan.
1. Fokus Pengembangan Ekonomi
Dari awal sekali bahwa pembangunan manusia di Indonesia difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pengembangan ekonomi. Sayangnya adalah pembangunan ekonomi dilakukan dengan melupakan basic science yang kemudian melahirkan pembangunan dengan arah yang tidak memiliki dasar. Ambil saja contoh mengenai pembangunan sector kehutanan yang dilakukan secara massive dalam kurun waktu 80-an sampai 90-an. Kegiatan ini dilakukan dengan minimnya pengetahuan mengenai peta kawasan hutan, kondisi hutan dan juga mengenai aspek-aspek ekologis yang melibatkan ilmu dasar geografi (termasuk geomorfologi), klimatologi, biologi, ilmu tanah, dll. Yang terjadi adalah ketika ekspansi pengembangan ekonomi dilakukan tidak direncanakan dengan baik dimana lokasi yang boleh dan tidak boleh, dimana lokasi yang sesuai dan tidak sesuai dan ujungnya adalah bagaimana dampaknya. Demikian pula dengan sector pertambangan, dimana aplikasi geografi dan geoscience lainnya justru dipegang oleh para kontraktor dan perusahaan pertambangan besar yang berasal dari luar negeri.

2. Leadership
Kepemimpinan menjadi kata kunci disini, meskipun para pendiri bangsa mengerti sekali bahwa aspek-aspek geografi sangat penting, tetapi pemimpin lanjutannya sangat tidak mengerti bahwa geografi merupakan ilmu pengetahuan yang penting untuk memetakan wilayah Indonesia yangbegitu luas dan kemudian menggunakan peta-peta tersebut untuk mengambil kebijakan yang tepat.

3. Dukungan Kebijakan
Kebijakan menjadi factor lanjutan dari leadership, ketidak pahaman para pemimpin bangsa mengenai geografi dan beberapa ilmu dasar lain membuat kebijakan yang dibangun tidak didasari oleh data dan informasi mengenai lokasi yang cukup.
Misalnya kebijakan mengenai alokasi penggunaan lahan yang dilakukan oleh pemerintahan tidak dilakukan dengan menggunakan data yang cukup mengenai lokasi.
Jangan heran kalau kemudian banyak dokumen penting untuk perencanaan melalui dokumen tata ruang tidak dilengkapi dengan peta dan informasi spatial yang akurat. Akibatnya bisa dilihat sendiri, ketika kemudian alokasi pemukiman dan perindustrian dilakukan di wilayah pertaanian yang subur, kemudian satu waktu Indonesia akan mengandalkan pangan pada ekspor.

Apa yang kemudian bisa dilakukan adalah melakukan usaha untuk meningkatkan pendidikan dibidang Geografi, serta ilmu kebumian lain. Pada level implementasi bisa dilakukan kegiatan peningkatan kapasitas mengenai pengelolaan dan analisis data keruangan dengan menggunakan dasar ilmu geografi dan ilmu kebumian lainnya.
Tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar.

Perkembangan Data Spatial


Membaca Geospatial World tentang kemajuan ekonomi Cina yang menjadi kedua terbesar di dunia dan tentunya kemajuan dibidang pendataan spatial yang disebutkan mencapai 25 persen pertahun membuat saya takjub dan berpikir mengapa perkembangan data spatial di Indonesia seperti berjalan ditempat.
Pendataan spatial yang dilakukan di Cina menjadi dasar dalam pembangunan, mulai dari pembangunan infrastruktur, pembangunan pertanian, pemanfaatan sumberdaya alam.

Kondisi cina dengan daratan yang luas bisa dikatakan dipetakan secara utuh dengan menggunakan resources yang besar. Disebutkan misalnya perencanaan kawasan pertanian dilakukan dengan mendata keseluruhan informasi spatial secara lengkap sebelum implementasi pertanian dilakukan. Hasilnya bisa dilihat bahwa hasil pertanian yang maksimal.
Beberapa tahun yang lalu saya harus bolak-balik Jakarta – Bandung dan pilihan yang paling saya suka adalah kereta, karena melewati jalur mulai dari kota, dan persawahan serta pemandangan perbukitan yang indah saat mulai memasuki purwakarta. Hanya dua tahun saja saya melihat penyusutan lahan padi di wilayah kawarang yang berubah menjadi perumahan atau pabrik. Kebijakan pertanian Indonesia bisa dibilang sangat tidak bijak dengan membiarkan perubahan fungsi lahan pertanian dan menjadikan wilayah non produktif seperti lahan gambut atau rawa sebagai kawasan pertanian.
Seandainya perkembangan data spatial dilakukan dengan baik misalnya memetakan aspek-aspek:
– ketersediaan lahan
– ketersediaan air
– tingkat kesuburan
– tingkat kesesuaian tanaman
– aksesibilitas dan pasar

Dengan menyediakan data tersebut secara spatial, tentunya kebijkan pembangunan pertanian tidak akan dilakukan dengan sembarangan dan menghasilkan ketergantungan pangan pada negara lain.

Data spatial seperti halnya, data-data lain disemua sektor pembangunan tampaknya harus terus menerus diadvokasi untuk dijadikan prioritas untuk dibangun sebelum perencanaan dilakukan, sesudah perencanaan data spatial harus terus dibangun agar tetap menkadi dasar dalam implementasi pembangunan.