Jasa Lingkungan, Penataan Ruang dan Pengentasan Bencana Banjir Kalimantan


Banjir di Kalimantan sudah menjadi agenda tahunan ketika musim hujan tiba. Wilayah-wilayah ibukota mulai dari Samarinda, Banjarmasin, Pontianak merupakan beberapa kota yang secara regular terkena banjir saat musim hujan. Kerugian dari akibat banjir di Kalsel pada Februari 2021 diperkirakan mencapai 1,2 triliun rupiah. Demikian juga dengan banjir Samarinda kerugian yang dikalkulasi mencapai milyaran dalam satu tahun kejadian, banjir pekan saja ditahun 2019 diperkirakan kerugian mencapai 40 milyar berdasarkan kalkulasi peneliti dari Universitas Mulawarman. Kalkulasi lain menyebutkan kerugian 20 tahun banjir di Samarinda mencapai triliunan rupiah.


Secara umum Kalimantan memang merupakan wilayah yang rentan dengan resiko banjir, ini tidak terlepas dari kondisi wilayah yang datar dengan sebaran ibukota dan kota lainnya di sepanjang sungai. Faktor sejarah pembentukan pemukiman di Kalimantan yang berbasis sungai memang harus selalu diperhatikan. Berdasarkan kajian tutupan lahan 2019 Kalimantan memiliki 12,7 juta hektar hutan lahan kering sekunder dan 9,4 juta hektar hutan lahan kering primer sedangkan hutan mangrove sekitar 484 ribu hektar dan hutan rawa 311 ribu hektar tetapi luasan semak belukar mencapat 4,6 juta hektar dan luas perkebunan (baca: kebun sawit) sekitar 6,2 juta hektar.

Fakta lainnya misalnya Ibu Kota Provinsi Kaltim Samarinda yang terbelah oleh Sungai Mahakam, secara topogafi merupakan kombinasi wilayah datar sepanjang sungai dan beberapa wilayah berbukit kecil. Dalam wilayah DAS, Samarinda masuk dalam DAS Mahakam Hilir dimana Sungai Mahakam ini terdiri atas bagian hulu sampai Kabupaten Mahakam Hulu, bagian tengah yang merupakan Kawasan rawa dan Sebagian gambut serta bagian hilir yang didominasi oleh dataran rendah.Berdasarkan tutupan lahan Kota Samarinda didominasi oleh pemukiman, lahan pertanian, pertambangan, dan semak. Sedangkan kalkulasi tutupan lahan 2019 dengan di DAS Hulu Mahakam atau wilayah sekeliling Samarinda didominasi oleh semak belukar 43 persen, hutan tanaman 8 persen, tambak, pertambangan dan perkebunan masing-masing 7 persenKondisi hidrologis Samarinda tentunya akan tergantung pada Kawasan dihulunya dimana tutupan hutan sudah semakin berkurang dan hanya menyisakan 68 persen hutan di bagian hulu,sisanya merupakan kawasan pertanian lahan kering, perkebunan dan belukar. Pada bagian tengah sungai Mahakam masuk DAS Belayan dan DAS Bongan didomoinasi oleh kawasan perkebunan sawit dan hutan tanaman industri serta Sebagian masuk kawasan konservasi.


Dalam banyak diskusi mengenai konservasi, salah satu pertanyaan yang paling sering muncul adalah apa keuntungan ekonomi yang didapat jika konservasi didahulukan dari pembangunan ekonomi? Pada konteks pembangunan berkelanjutan jangka panjang pertanyaan ini mungkin sulit dijawab karena kalkulasi nilai-nilai lingkungan hidup memang berlaku dijangka panjang. Nilai dari jasa lingkungan memang tidak dapat dikalkukasi karena tidak akan sebanding dengan nilai-nilai ekonomi, nilai akan tergantung situasi yang ada misalnya nilai jasa lingkungan air akan tinggi ketika jumlah air terbatas dan kualitas air tidak dapat dikonsumsi. Apalagi pertanyaan yang mengkontradiksikan antara konservasi species misalnya orangutan dengan kebutuhan ekonomi saat ini yang selalu mengarah pada kebutuhan ekonomi saat ini akan lebih dimenangkan. Nilai keberadaaan hutan ini dapat dijawab jika dikaitkan dengan bencana alam, misalnya saat air sudah mengenangi kota dimana para pengambil kebijakan dapat melihat dampak bencana lingkungan secara langsung.


Kalkulasi nilai-nilai alam sebenarnya sudah dilakukan sejak dulu, salah satunya adalah dengan konsep natural capital yang diartikan sebagai kumpulan asset atau sumber daya alam yang terdiri atas unsur geologi, tanah, udara, air dan makhluk hidup di dalamnya. Dari natural capital ini manusia dapat mengukur berbagai nilai manfaat yang disebut dengan jasa lingkungan yang sepenuhnya akan mendukung kehidupan manusia. Konsep natural capital ini dimulai melihat sumber-sumber daya alam baik yang hidup/hayati dan non hayati yang kemudian menjadi fungsi ekosistem menjadi apa yang dikenal dengan jasa-jasa lingkungan. Jasa lingkungan ini memberikan keuntungan bagi manusia dan kemudian dapat diukur nilai-nya. Konsep natural capital jika dikaitkan dengan konsep ekonomi konvensional, ini disebut dengan bioeconomy dimana penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui dapat digantikan dengan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui.


Konsep pembangunan dengan memperhitungkan jasa lingkungan harus dilakukan dengan melibatkan semua pihak, terutama pihak-pihak atau masyarakat yang melakukan kegiatan pengelolaan lahan. Penerapan prinsip menjaga natural capital ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat dengan dukungan pemerintah, misalnya dilakukan dengan memberikan insentif ketika masyarakat mengelola lahan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan, menjaga tutupan pohon, membuat terasering dan mencegah polusi air dari sampah atau sisa pupuk.


Pada skala yang lebih besar peran kebijakan pemerintah dilakukan dengan membeli/mengambil alih pengelolaan kawasan sepadan sungai atau lahan basah (rawa, mangrove, dll), membatasi infrastruktur yang tidak ramah lingkungan (tutupan semen di kawasan resapan) dan mengatur bahan yang berbahaya yang menyebabkan polusi air.
Jasa lingkungan juga dapat dilakukan dengan melibatkan pihak swasta, misalnya memberikan insentif pengelolaan melalui pendanaan dari perusahaan yang memanfaatkan jasa lingkungan air seperti perusahaan air minum. Pada konteks Kalimantan Timur dan Samarinda, ini dapat dikaitkan dengan perusahaan tambang batubara atau perusahaan sawit yang menggunakan jasa lingkungan air dalam kegiatan bisnis-nya. Dalam konteks penanganan banjir di Kalimantan secara umum, terdapat beberapa kajian yang perlu dilakukan kajian daya dukung dan daya tampung jasa lingkungan air, kajian modelling hidrologi dan kajian tutupan lahan.


Tahapan-tahapan penting dalam pelaksanaan kebijakan dengan memasukkan natural capital dan jasa lingkungan dimulai dengan mengidentifikasikan wilayah-wilayah yang penting untuk dikonservasi, dan atau dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip berkelanjutan, mengidentifikasi daya dukung dan daya tampung jasa lingkungan air dan tanah, kedua adalah mengidentifikasi kebijakan pendukung seperti pemberian insentif dan desentif, kebijakan penerapan tata ruang dan yang terakhir adalah membangun sistem monitoring dalam pelaksanaan kebijakan. Apa yang menjadi tantangan dalam penerapan kebijakan ini adalah minimnya informasi, tidak adanya minat dari pengambil kebijakan, dan adanya oposisi politik yang bertolak belakang dengan kebijakan pengelolaan lingkungan yang baik. Pada prakteknya kebijakan yang mendukung perlindungan natural capital dan jasa lingkungan akan tergantung pada kemampuan menggerakkan masyarakat, peran multi-stakeholder terkait termasuk pengusaha. Keterlibatan pengusaha misalnya akan dikaitkan dengan penggunaan sumber-sumber daya alam dan jasa lingkungan (misalnya air) dalam proses produksi-nya.


Kembali pada konteks kebencanaan misalnya banjir konsep natural capital melalui jasa lingkungan air dapat dikalkulasikan dengan menghitung kerugian tahunan akibat banjir dan bagaimana ini diubah dengan melakukan pembangunan yang lebih memperhatikan aspek lingkungan. Pada konteks kebencanaan misalnya dapat dilakukan kajian-kajian bagaimana menempatkan pemukiman, kegiatan usaha dan infrastruktur dengan menmperhatikan lingkungan, kedepannya dampak-dampak lingkungan yang bersifat bencana dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan. Ini bukan hal yang mudah dilakukan, misalnya pada konteks perencanaan di Kawasan perkotaan yang sudah terlanjur dibangun dan direncanakan tanpa kalkulasi nilai-nilai jasa lingkungan atau pada kegiatan usaha yang sudah terlanjur berjalan. Aspek keterlanjuran sering menjadi alasan kenapa konsep-konsep pembangunan yang memperhatikan jasa lingkungan sulit diterapkan, tetapi jika tidak dimulai maka akumulasi kerugian akibat bencana banjir dan longsor akan jauh lebih besar dari pada investasi yang diperlukan dengan kebijakan yang berwawasan lingkungan.