Data To Share: BPS data 2010 untuk Sarmi, Mimika, Asmat,Mamberamo Raya


Berbagi data mungkin masih merupakan kebiasaan yang tidak biasa.

Tapi untuk saya berbagi data adalah suatu yang seharusnya kita biasakan.

Sebagai pengguna GIS, satu sama lain harus bisa berbagi data dan pengetahuan.

Data Spatial BPS Sarmi 2010

Sarmi https://www.dropbox.com/s/cmklgtkp9ksrm7b/BPS_Sarmi.zip

Mimika https://www.dropbox.com/s/ykht988uq1ho40e/mimika.zip

Asmat https://www.dropbox.com/s/vj5b3dooth73h3q/asmat.zip

Mamberamo Raya https://www.dropbox.com/s/ptlvx8spdrdj4jh/mamberamoraya.zip

 

Data Peta Rupabumi Sarmi

Rupabumi Sarmi sheet1  https://www.dropbox.com/s/oycwyvoeqb9edev/3312_34.zip

Need more for Sarmi… please leave your request in comments tools

 

 

List Peraturan terkait dengan HTI


Kajian Hukum Ijin dan Arahan Lokasi HTI

Undang-Undang

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
  3. Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Undang-Undang No 19 Tahun 2004.
  4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
  5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan

Pasal 6

Rencana Penatagunaan Hutan disusun berdasarkan Rencana Pengukuhan Hutan

sesuai dengan fungsi hutan yang bersangkutan meliputi:

a. Hutan Lindung;

b. Hutan Produksi;

c. Hutan Suaka Alam;

d. Hutan Wisata

 

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan

Pasal 3

(1) Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :

a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;

b. eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui;

c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;

d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;

e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya;

f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik;

g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;

h. penerpan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup;

i. kegiatan yang mempunyai resiko tinggi, dan atau mempengaruhi pertahanan negara.

  1. Peraturan Pemerintan no 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan, Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan.

Pasal 28

Pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu pada hutan produksi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf c dan d, terdiri dari:

a. usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan alam, disebut juga usaha pemanfaatan hutan alam;

b. usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan tanaman, disebut juga usaha pemanfaatan hutan tanaman.

Pasal 30

(1) Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau penebangan hasil, pengolahan dan pemasaran.

(2) Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan tanaman dapat berupa:

a. tanaman sejenis; dan

b. tanaman campuran berbagai jenis.

(3) Usaha pemanfaatan hasil hutan pada hutan tanaman, dilaksanakan pada lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar di hutan produksi.

(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan keputusan Menteri.

 

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan

Pasal 34 ayat 3c

c.             Kriteria hutan produksi

1.            Hutan Produksi Terbatas:

Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125 – 174 (seratus dua puluh lima sampai dengan seratus tujuh puluh empat), diluar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru.

2.            Hutan Produksi Tetap:

Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai di bawah 125 (seratus dua puluh lima), di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru.

3.            Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi:

a.            Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai 124 (seratus dua puluh empat) atau kurang, di luar hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam.

b.            Kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, perkebunan.

 

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

 

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008.

Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007

Pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman pada hutan

produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf d

dapat dilakukan pada;

a. HTI;

b. HTR; atau

c. HTHR.

Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007

Pada hutan produksi, pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, dapat dilakukan dengan satu atau lebih system silvikultur, sesuai dengan karakteristik sumberdaya hutan dan lingkungannya.

(2) Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

(3) Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI, dilakukan pada hutan produksi yang tidak produktif.

(4) Tanaman yang dihasilkan dari IUPHHK pada HTI merupakan aset pemegang izin usaha, dan dapat dijadikan agunan sepanjang izin usahanya masih berlaku.

(5) Pemerintah, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, dapat membentuk lembaga keuangan untuk mendukung pembangunan HTI.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan

Perubahan dalam PP no 3 tahun 2008 adalah

(1) Pada hutan produksi, pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, dapat dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan karakteristik sumberdaya hutan dan lingkungannya.

(2) Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan

(3) Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI, diutamakan pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif.

(4) Tanaman yang dihasilkan dari IUPHHK pada HTI merupakan aset pemegang izin usaha, dan dapat dijadikan agunan sepanjang izin usahanya masih berlaku.

(5) Pemerintah, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, dapat membentuk lembaga keuangan untuk mendukung pembangunan HTI.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.

 

Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007

(1) Pada hutan produksi, pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dapat berupa:

a. tanaman sejenis; dan

b. tanaman berbagai jenis

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanaman sejenis dan berbagai jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007

(1) Jangka waktu IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman pada hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, diberikan paling lama 100 (seratus) tahun.

(2) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman dievaluasi setiap 5 (lima) tahun oleh Menteri sebagai dasar kelangsungan izin.

(3) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman hanya diberikan sekali dan tidak dapat diperpanjang

Perubahannya dalam PP no 3 tahun 2008:

16. Ketentuan Pasal 53 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 53 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 53

(1) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman pada hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, dapat diberikan untuk jangka waktu 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun.

(2) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman dievaluasi setiap 5 (lima) tahun oleh Menteri sebagai dasar kelangsungan izin.

(3) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman hanya diberikan sekali dan tidak dapat diperpanjang.

Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007  ayat 3

(3) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman diberikan oleh Menteri, berdasarkan rekomendasi gubernur yang telah mendapatkan pertimbangan dari bupati/walikota.

 

Pasal 67 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 ayat 4

(4) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman dapat diberikan kepada :

a. koperasi;

b, BUMS Indonesia;

c. BUMN; atau

d. BUMD.

Peraturan dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan

  1. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor no  70/Kpts-II/95 tentang Pengaturan Tata Ruang Hutan Tanaman Industri.

Pengaturan ruang HTI adalah sebagai berikut:

  • Luas areal tanaman pokok ditetapkan + 70 % dari suatu unit areal HTI;
  • Luas areal tanaman unggulan ditetapkan + 10 % dari suatu unit areal HTI;
  • Luas areal tanaman kehidupan ditetapkan + 5 % dari suatu unit areal HTI;
  • Luas areal konservasi ditetapkan + 10 % dari suatu unit areal HTI;
  • Luas areal untuk sarana/prasarana ditetapkan + 5 % dari suatu unit areal HTI;
  1. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 614 Tahun 1999 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Campuran.

 

  1. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6886/Kpts-II/2002 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pemberian Izin Pemungutan Hasil Hutan (IPHH) Pada Hutan Produksi

Pasal 2

(1) Pemohon yang dapat mengajukan permohonan IPHH adalah :

a. Perorangan yang kegiatan atau mata pencahariannya bergerak dibidang kehutanan;

b. Koperasi yang beranggotakan masyarakat setempat bergerak dibidang kehutanan.

(2) Lokasi yang dapat dimohon adalah :

a. Hutan produksi yang tidak dibebani hak/izin; dan atau

b. Apabila lokasi yang dimohon telah dibebani hak/izin , harus mendapat persetujuan tertulis dari pemegang hak/izin yang bersangkutan;

c. Areal tersebut tidak berada dalam kawasan lindung.

 

  1. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.149/Menhut-II/2004 tentang Tata Cara Pengenaan, Penagihan, dan Pembayaran Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan pada Hutan

Produksi jo Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.57/Menhut-II/2006.

 

  1. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P 34/Menhut-II/2007 tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala [IHMB] Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi [lampiran]

 

  1. Permenhut P.19/Menhut-II/2007 jo. Permenhut              P.60/Menhut-II/2007 jo Permenhut P.11/Menhut-II/2008 tata Cara Pemberian Izin dan Perluasan Areal Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi.
  2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 62/Menhut-II/2008 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat.
  3. Peraturan Menteri kehutanan Nomor P. 63/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara Pemberian Rekomendasi Gubernur dalam Rangka Permohonan atau Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Alam atau Hutan Tanaman.
  4. Peraturan menteri Kehutanan no 4/Menhut-II/2009 tentang Penyelesaian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri  Sementara.
  5. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 14/MENHUT-II/2009 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan P.62/MENHUT-II/2008 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri dan Tanaman Rakyat.
  6. Peraturan Menteri  Kehutanan  No 50/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Dalam Hutan Alam,

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan

Pasal 1 ayat 6:

Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI) adalah izin usaha untuk membangun hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri.

Pasal 2ayat 2:

IUPHHK Restorasi Ekosistem, atau Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi.

Untuk IUPHHK-HTI dan IUPHHK-RE diutamakan pada hutan produksi yang tidak produktif dan dicadangkan/ditunjuk oleh Menteri sebagai areal untuk pembangunan hutan tanaman atau untuk restorasi ekosistem.

  1. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 64 tahun 2011 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kehutanan No 62/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pembangunan Tanaman Berbagai Jenis Pada Izin Usaha pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).
  2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.26/Menhut-II/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Meteri Kehutanan Nomor P.50/MENHUT-II/2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Dalam Hutan Alam,   Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Produksi.
  3. Keputusan Menteri Kehutanan no 3803 tahun 2012 tentang Penetapan Peta Indikatif Pencadangan Kawasan Hutan Produksi Untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu.
  4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 50 tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan P.29/MENHUT-II/2010 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam HTI Sagu.
  5. Peraturan Menteri Kehutanan no 8 tahun 2014 tentang Pembatasan Luasan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Dalam Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman Industri dan IUPHHK Restorasi Ekosistem Pada Hutan Produksi.

Semoga berguna….

KABUPATEN ASMAT


I.KEADAAN SOSIAL

1.GEOGRAFIS

Kabupaten Asmat berada di bagian selatan Provinsi Papua dengan luas wilayah 23.746 kilometer persegi dan terletak antara 137o30’”- 139°90’’’ Bujur Timur dan 4°40’- 6°50’ Lintang Selatan. Kabupaten Asmat berbatasan di sebelah utara dengan Kabupaten Jayawijaya dan Yahokimo, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Mappi dan Laut Arafura, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Miimika dan Laut Arafura, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Mappi dan Kabupaten Boven Digoel. Letak yang demikian menempatkan Kabupaten Asmat pada posisi geografis yang sangat strategis karena berada di kawasan rim Pasifik Selatan (Australia dan New Zeland serta negara-negara sirkum Pasifik).

2.TOPOGRAFI

Umumnya berdataran rendah, kemiringan 0-8 persen, pesisir pantai berawa-rawa tergenang air, bagian utara dan timur agak tinggi. Ketinggian air pasang surut 5 – 7 meter,  air pasang laut masuk sampai  sejauh 50  – 60 kilometer dan  beberapa   tempat  terintrusi  air asin/air laut, serta memiliki ketinggian antara 0 – 100 meter di atas permukaan laut. Daerah bergelombang dan berbukit berada di wilayah Distrik Sawaerma sampai ke Distrik Suator. Pada daerah dataran rendah dan berawa dialiri oleh sungai-sungai besar seperti Sungai Weldeman, Siretz,  Aswetz, Lorentz dan Bets. Sungai-sungai tersebut memiliki peranan penting bagi kehidupan masyarakat sebagai sarana transportasi, sumber air irigasi, tenaga listrik, air minum serta memiliki potensi perikanan dan pariwisata yang besar.

3.IKLIM

Kabupaten Asmat ber iklim tropis dengan musim kemarau dan penghujan yang tegas. Curah hujan dalam setahun rata-rata 3.000 milimeter hingga 5.000 milimeter dengan hari hujan sekitar 200 hari setahun. Suhu udara rata – rata  pada siang hari 26ºC dan pada malam hari 17ºC. Curah hujan tertinggi terjadi di wilayah pedalaman, sedangkan curah hujan terendah terjadi di pesisir pantai selatan tepatnya di Pantai Kasuari. Tingkat kelembaban udara cukup tinggi karena dipengaruhi oleh iklim tropis basah, kelembaban rata-rata berkisar antara 78 persen hingga 81%. Suhu   udara  rata – rata disiang hari 26ºC hingga 29ºC dan   pada  malam  hari 17ºC – 20ºC.

4.KEPENDUDUKAN

Perbandingan antara luas wilayah dan jumlah  penduduk Kabupaten Asmat saat ini tidak proporsional. Berdasarkan data Asmat dalam Angka Tahun 2003 penduduk Kabupaten Asmat berjumlah 67.613 jiwa, atau mempunyai kepadatan penduduk 2,85 jiwa per kilometer persegi. Penyebaran dan kepadatan penduduk di Kabupaten Asmat tidak merata antara satu distrik dengan distrik lainnya. Distrik Pantai Kasuari adalah distrik dengan jumlah penduduk terbesar, yaitu sebanyak 14.825 jiwa, sedangkan distrik dengan jumlah penduduk terendah adalah Distrik Fayit dengan jumlah penduduk sebanyak 5.549 jiwa (Asmat Dalam Angka Tahun 2003).

Berdasarkan struktur umur, pada tahun 2003 jumlah usia produktif penduduk Kabupaten Asmat (usia 15 – 64 tahun) sebesar 39.615  jiwa, yaitu sekitar 58.59 persen dari total 67.613 jiwa dari jumlah penduduk Kabupaten Asmat. Namun potensi penduduk di usia produktif ini tidak didukung oleh kualitas pendidikan yang memadai yang berguna bagi produktivitas dan kinerja di segala bidang dan sektor pembangunan. Jumlah penduduk yang berada pada usia produktif sebagian besar berpendidikan sekolah dasar atau belum tamat sekolah dasar.

5.PENDIDIKAN

Pembangunan pendidikan belum menunjukkan kemajuan yang berarti ditandai dengan Angka Partisipasi Murni Sekolah Dasar (SD) sebesar 32.68 persen pada tahun 2003. Angka Partisipasi Murni Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 15,98 persen pada Tahun 2003. Sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebesar 1.78 persen  pada tahun 2003. Sedangkan kemajuan pembangunan prasarana pendidikan telah memberikan gambaran tentang kondisi kependidikan di Kabupaten Asmat yang semakin membaik, dimana pada tahun 2003 jumlah Sekolah Dasar dan SLTP yang merupakan pendidikan dasar sembilan tahun, yang telah dibangun  mencapai 105 SD dan 8 SLTP serta jumlah Sekolah Menengah Umum hanya 1 SMU.

Sementara jumlah murid ditingkat SD pada tahun 2003 berjumlah 7.955 murid dengan didukung jumlah tenaga pengajar sebanyak 352 Guru, sehingga rata-rata perbandingan murid dan guru sebesar 37 dan murid per sekolah 143. Untuk SLTP jumlah murid sebanyak 2.051 murid dengan didukung tenaga pengajar 71 guru, sehingga rasio antara murid dan guru di tingkat SLTP sebesar 37,5 dan rasio jumlah murid dan sekolah sebesar 420.

Sedangkan  untuk  tingkat SLTA jumlah murid sebanyak 218 dan jumlah guru sebanyak 16, sehingga rasio antara murid dan guru sebesar 14 dan perbandingan antara murid dan sekolah sebesar 218. Angka rasio antara murid dan guru, murid dan sekolah menunjukkan angka perbandingan yang cukup besar, sehingga terlihat kekurangan pelayanan pendidikan khususnya dalam jumlah guru dan sekolah.

 

6.KESEHATAN

Perkembangan pelayanan kesehatan di Kabupaten Asmat yang ditunjukkan dengan jumlah prasarana pelayanan di bidang kesehatan kurang menunjukkan peningkatan yang berarti. Sampai dengan tahun 2003 Kabupaten Asmat belum memiliki Rumah Sakit, hanya memiliki Puskemas Perawatan sebanyak 5 buah dan Puskesmas Pembantu sebanyak 21 buah dan jumlah Polides sebanyak 15 buah kemudian pelayanan kesehatan di daerah – daerah perairan sungai ditunjang dengan sarana Puskesmas Keliling.

Tenaga medis untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sampai dengan tahun 2003 berjumlah 6 orang tenaga dokter umum. Sedangkan jumlah paramedis sebanyak 95 bidan dan 129 perawat. Jumlah paramedis masih berada dibawah rata-rata tingkat kebutuhan masyarakat. Sampai tahun 2003, sebagian besar masyarakat masih menderita penyakit malaria, diare, kulit, asma, saluran pernapasan dan cacar air.

Dengan rincian jumlah penderita  untuk penyakit malaria sebanyak 15.309 orang, penyakit diare sebanyak 8.026 orang, penyakit kulit sebanyak 6.260 orang, penyakit asma 3.013 orang,  penyakit saluran pernapasan 8.209 orang dan penyakit cacar air 271 orang. Di bidang Keluarga Berencana, banyaknya akseptor aktif pada akhir tahun 2003 mencapai 1.940 pasangan, sedangkan akseptor baru berjumlah 201 pasangan. Sampai dengan saat ini kondisi pelayanan kesehatan di Kabupaten Asmat masih belum memadai karena keterbatasan jumlah tenaga medis dan para medis serta prasarana dan sarana pendukung pelayanan kesehatan dan keluarga berencana.

Pembangunan kesejahteraan sosial telah menunjukan hasil-hasil positif berupa pembinaan masyarakat terasing/komunitas adat terpencil, utamanya di daerah pedalaman dan terpencil dan tertanganinya rehabilitasi korban bencana alam. Namun tingkat pelayanan yang diberikan oleh pemerintah masih sangat terbatas karena kesulitan di dalam berbagai hal, antara lain : jangkauan wilayah pelayanan yang terlalu luas, terbatasnya prasarana pendukung, dan terbatasnya biaya operasional.

7.POTENSI WILAYAH

Kabupaten Asmat merupakan kabupaten yang  memiliki SDA yang besar dan beraneka ragam baik yang terdapat di darat, laut. Mengingat potensi SDA sebagai salah satu modal dalam pembangunan maka pemanfaatannya dan pengelolaannya hendaknya dilakukan secara optimal, arif, dan memperhatikan keseimbangan ekologi.

7.1.Sumberdaya Hutan.

Sumber daya hutan termasuk potensial bagi pembangunan perekonomian daerah. Potensi sumberdaya hutan di Kabupaten Asmat adalah 2.785.600 Ha. Kabupaten Asmat juga memiliki hutan dengan fungsi sebagai hutan lindung, hutan wisata, hutan pelestarian alam (Taman  Nasional Lorentz), dan hutan produksi (hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, produksi yang dikonversi).,

           Sumber daya hutan termasuk potensial bagi pembangunan perekonomian daerah. Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya terbesar yaitu hutan lindung 149.400 ha, hutan PPA 4866.200, hutan produksi 1.464.000 dan hutan produksi yang dapat dikonversi 686.000 ha. Di samping itu, Kabupaten Asmat juga memiliki tipe hutan yang sangat khas dan sangat lengkap antara lain hutan payau, pantai, rawa/gambut, hujan tropis tanah kering dan basah, hutan musim, hutan sagu, nipa, fungsi dan tipe hutan tersebut memiliki komoditi yaitu kayu dan non kayu, satwa liar dan berbagai ragam biota yang ada didalamnya. Apabila dilihat dari aspek jasa hutan, maka merupakan sarana pendukung lingkungan hidup yang sangat penting dan utama.

      Sumberdaya Air

Sumberdaya air merupakan kebutuhan dasar semua mahluk hidup. Mengingat arti pentingnya sumberdaya air maka sumberdaya ini sangat perlu dilestarikan, baik air permukaan maupun air tanah. Sumberdaya air untuk kebutuhan air irigasi dan air bersih  di Kabupaten Asmat sangat terbatas. Hal ini sangat dirasakan oleh masyarakat terutama pada musim kemarau panjang. Dimasa mendatang sungai Wedelman dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi.

7.3.  Sumberdaya Pesisir dan Kelautan

Kabupaten Asmat memiliki potensi perairan yang sangat besar seperti perikanan, mangrove, tambang minyak lepas pantai yang belum dieksploitasi.Pembangunan wilayah pesisir dan lautan Kabupaten Asmat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan sumberdaya yang lain baik yang terdapat di darat maupun di laut dan tetap menjaga kelestariannya. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan dilaksanakan secara kontinyu dan dinamis dengan memperhatikan aspek sosial budaya, ekonomi, konservasi, kelembagaan formal maupun informal yang ada pada masyarakat. Kondisi potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan Kabupaten Asmat cukup bervariasi, baik yang masih dalam keadaan baik maupun yang sudah terdegradasi serta adanya konflik kepentingan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Terjadi pengrusakan lingkungan laut akibat eksploitasi hasil laut secara ilegal.

II. KEADAAN EKONOMI

2.1.  Kondisi Perekonomian

Kondisi umum pembangunan ekonomi di Kabupaten Asmat memperlihatkan suatu  kecenderungan kearah kemajuan yang terlihat dari pertumbuhan peningkatan perekonomian kerakyatan dari waktu ke waktu dan dapat diindikasikan oleh empat aspek yakni perkembangan PDRB, sektor keuangan daerah, sektor perbankan, dan perkembangan harga-harga.

      Perkembangan PDRB

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asmat pada  tahun 2003 mencapai 1,95%. Secara umum sektor-sektor ekonomi mengalami kenaikan laju pertumbuhan kecuali sektor pertanian, yang mengalami laju pertumbuhan sebesar negatif 0,10%.

Sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan paling tinggi pada tahun 2003  adalah sektor angkutan dan komunikasi dengan angka pertumbuhan tercatat 24,23%, peringkat lainnya adalah sektor listrik dan air bersih mencapai 16,46%, sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran berada pada posisi ketiga dengan angka pertumbuhan sebesar 8,95%.

Pada tahun 2003 kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB mencapai 67,53% dan pada tahun 1999 sebesar 72,96%. Posisi kedua adalah sektor jasa-jasa yang pada tahun 2003 kontribusinya tercatat 15,27%, sedangkan pada tahun 1999 tercatat 14,40%. Besarnya kontribusi pada sektor-sektor jasa berasal dari sub sektor jasa pemerintahan umum, bukan berasal dari subsektor jasa-jasa lainnya. Peringkat ketiga ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan peranan pada tahun 1999 sebesar 3,68% dan tahun 2003 meningkat menjadi 6,10%

      Perdagangan, Dunia Usaha, dan Investasi

Kegiatan perdagangan di Kabupaten Asmat telah berkembang pesat sejalan dengan semakin tumbuhnya kegiatan perusahaan seperti kehutanan, perikanan, perindustrian. Pembangunan industri masih didominasi oleh industri rumah tangga, kerajinan ukiran Asmat dan industri. Belum berkembangnya sektor industri sebagai akibat belum adanya pusat-pusat pendidikan dan pelatihan, demikian pula dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Daerah. Pembangunan koperasi belum berkembang seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan antara lain karena pembinaan yang dilakukan belum disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masyarakat di daerah, lemahnya kemampuan manajemen dan permodalan serta masih terbatasnya ketersediaan prasarana dan sarana koperasi terutama di perdesaan.Pembangunan perdagangan masih didominasi oleh perdagangan dalam negeri yang terkonsentrasi di perkotaan dan masih didominasi oleh kelompok masyarakat pendatang yang jauh lebih siap dan maju. Belum berkembangnya pembangunan perdagangan antara lain karena belum memadainya prasarana dan sarana perdagangan seperti jalan, alat angkutan, pasar, pembinaan manajemen dan kelembagaan. Untuk perdagangan luar negeri masih didominasi produksi hasil kehutanan dan perikanan.Pembangunan dunia usaha belum berkembang baik, hal ini disebabkan karena kemampuan masyarakat dalam dunia usaha masih terbatas dan masih kurangnya pembinaan manajemen dan permodalan serta terbatasnya prasarana dan sarana demikian pula dengan peluang dan kesempatan yang terbatas.Perkembangan kelembagaan keuangan masih didominasi oleh lembaga keuangan pemerintah dan swasta, sedangkan lembaga keuangan masyarakat masih sangat terbatas, untuk Kabupaten Asmat masih hanya dua Bank yakni Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Rakyat Indonesia, kedua Bank tersebut masih bersifat perwakilan, kondisi ini sangat memprihatinkan sirkulasi peredaran uang di  wilayah distrik dan desa. Selain itu karena masih terbatasnya ketersediaan tenaga kerja yang siap pakai, dan masih rendahnya frekuensi promosi potensi Kabupaten Asmat baik antar wilayah distrik antar daerah, antar wilayah didalam negeri dan keluar negeri. Demikian pula belum optimalnya kerjasama sub-regional dan regional yang melibatkan dunia usaha.

2..4. Kondisi Sarana dan Prasarana

Prasarana dan sarana memegang peranan dalam mendukung pengembangan wilayah, seperti perhubungan, air bersih, listrik dan sebagainya. Prasarana dan sarana yang dibangun masih dirasakan belum dapat memenuhi kebutuhan minimum masyarakat, terutama yang ada pada daerah terpencil, pedalaman. Dilakukan penyedian prasarana dan sarana baik perkotaan maupun pada daerah pedalaman terpencil. Untuk prasarana dan sarana transportasi diprioritaskan mendukung pengembangan antar wilayah, antar distrik dengan model transportasi terpadu yang dapat melayani permintaan kebutuhan pelayanan.

Pembangunan jalan desa untuk menghubungkan antar desa, antar desa dengan distrik, jaringan jalan lokal dan jaringan jalan utama yang ada, akan diupayakan untuk pengembangan jenis transportasi yang sesuai karakteristik dan kondisi topografi serta ketersediaan material pembangunan jalan di masing-masing distrik, misalnya kereta api. Pembangunan transportasi selama ini masih diutamakan untuk lebih mendorong munculnya akivitas ekonomi dan meningkatnya pelayanan sosial masyarakat terutama pada daerah pedalaman, terpencil, sehingga kedepan dalam mendukung pengembangan wilayah sejalan dengan pelaksanan otonomi.

Pembangunan jaringan baru diarahkan untuk mendukung pengembangan wilayah, perlu juga peningkatan struktur serta kapasitas jalan yang sudah ada sesuai dengan pertumbuhan frekwensi pergerakan lalu lintas yang terjadi. Langkah lain yang akan dilakukan ke depan adalah menserasikan hubungan antar jaringan lokal dengan jaringan jalan utama sehingga tercipta suatu sistem jaringan yang berdaya guna.Transportasi laut melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk meningkatkan pelayanan yaitu pembangunan dermaga dan fasilitas pendukung,  peningkatan frekuensi pelayanan antar distrik dan keluar daerah Kabupaten Asmat  dengan kapal cepat, peningkatan pelayanan angkutan perintis. Prioritas pembangunan dermaga yaitu dermaga Agats sehingga dapat melayani pelayaran internasional melalui laut dalam menghadapi pasar bebas. Hasil pembangunan transportasi laut sampai dengan akhir tahun 2003 masih dirasakan  kurang memberikan manfaat pelayanan minimal bagi upaya mendukung peningkatan pendapatan masyarakat lokal, terutama bagi masyarakat yang ada di daerah terpencil, pesisir pantai karena luasnya wilayah pelayanan dan sarana yang sangat terbatas. Hal ini disebabkan pendekatan pembangunan transportasi laut dilakukan dalam skala kecil dan sporadis, dan lambatnya pertumbuhan ekonomi pada berbagai tingkatan yang akan menjadi pendorong pertumbuhan hubungan sektor laut.

Pengembangan transportasi udara dilakukan peningkatan bandara Ewer-Agats, dengan kapasitas jenis pesawat Twin Otter sedangkan penerbangan Perintis, kondisi pesawat pada umumnya sudah tua dan kondisi medan yang sangat berat serta keadaan cuaca yang selalu berubah-ubah menyebabkan sering tertundanya penerbangan. Jangkauan pelayanan pos, telekomunikasi dan informasi, belum mencapai seluruh wilayah kecamatan dan pusat pemukiman, disebabkan luasnya pelayanan dan terbatasnya prasarana dan sarana, sedangkan pembangunan meteorologi dan geofisika masih kurang memberikan informasi bagi keselamatan transportasi dan pengembangan kegiatan produksi, disebabkan terbatasnya prasarana dan sarana.

Spatial Planning in Indonesia: where no planner found in remote area


I can not counting how many days since my last visit to all remote and isolated area in Indonesia… plenty. In every place I was visited I learn many things and also leaned very same thing. Same thing I learned was gap knowledge between urban and rural/remote area.

I area of planning/regional planning, I learned that huge gap in spatial planning, development planning in government. As a planner I also questioned ‘ where all planner go…?” Are they all in town ? Why they had no intention to visit rural area or remote area where development planning or spatial planning needed?

Can you imagined that even planning regulation such as regulation from ministry such as regulation no 16 about District Planning is a new knowledge when I give a presentation about that. Same with regulation no 54 year 2010 about development planning.

This could be an answer a question ‘ why development planning and or spatial planning walk with very slow progress?”.

 

 

Peraturan Kehutanan Papua: Kenapa Berubah


Belum lagi selesai denganSK no 458 Kemenhut kembali mengeluarkan SK terbaru yaitu SK no  782 yang dikeluarkan bulan Desember 2012.

Berikut adalah link untuk SK tersebut.

SK.782_.MENHUT-II_.2012_.PROV_.PAPUA_1

Lampirannya SK berupa peta:

Lampiran_SK.782_MENHUT-II_2012_

Geography Economy: Pengembangan VCO di Papua


Indonesia merupakan satu negara dengan garis pantai terpanjang. Sebagai  kepulauan Indonesia mempunyai panjang garis pantai 95.181 km, dihitung dari 17.480 pulau yang ada di Indonesia AS, Kanada dan Rusia masing-masing menduduki posisi 1 sampai 3.

Peta Indonesia
Peta Indonesia

Kawasan pantai merupakan kawasan yang sangat rentan dari akibat perubahan iklim, dimana kenaikan permukaan air laut akibat melelehnya es karena perubahan iklim akan langsung mengenai wilayah pantai. Kawasan ini juga rentan karena aktifitas manusia cenderung menempati wilayah pantai dengan membuka tutupan vegetasi yang ada di atasnya. Lebih sering kawasan hutan ini.

Dengan posisi  Indonesia yang berada di wilayah tropis maka sepanjang pantai itu juga terdapat tanamana-tanaman produksi yang sangat berpotensi yaitu salah satunya tanaman kelapa.

Pantai di Sarmi
Pantai di Sarmi

Pada wilayah-wilayah pantai tersebut potensi pengembangan kelapa sangat besar, kelapan-kelapa ini bisa diolah menjadi banyak produk. Salah satu produk yang punya nilai tinggi adalag VCO atau virgin coconut oil.

IFACS membantu Yayasan IPI dalam memberikan pendampingan pembuatan VCO di Sarmi, Yayasan ini bekerja di desa Yamna, Betaf dan Beneraf. Kegiatan ini sebelumnya pernah juga mendapat dukungan dari UNDP. IFACS memberikan grant ke Yayasan IPI untuk membantu masyarakat dalam melakukan kegiatan di 3 desa tersebut dan membantu masyarakat dalam memproduksi sampai pemasaran VCO.

Kunjungan ke grantee di Betaf
Kunjungan ke grantee di Betaf

produksi VCO Sarmi_1

 

Hasil produksi VCO di 3 kampung ini sangat bagus, masyarakat bisa memproduksi sekitar 10-30 liter perhari.

Dalam rangka  aspek perubahan iklim juga dilakukan rehabilitasi tanaman dengan kegiatan penanaman pohon.

Zonasi
Zonasi

SK Menhut no 458 mengenai Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Papua


Saya ingin men-share dokumen mengenai Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Papua

Berikut adalah SK-nya

– Klik untuk download: SK Menhut 458

Sebagai lampiran terdapat 33 peta sekala 1:250.000

Link berikut adalah peta tersebut:

Lembar 3413

Format pdf peta bisa di download di halaman berikut:

3413

– 3412

– 3411

– 3410

– 3409

– 3408

– 3407

– 3406

– 3314

– 3313

– 3312

– 3311

– 3310

– 3309

– 3308

– 3307

– 3207

– 3208

– 3210

– 3211

– 3212

– 3213

– 3011

– 3012

3013

– 3014

– 3015

– 3111

– 3112

– 3113

– 3114

– 3115

– 3214

Poverty at Rural Areas


Paddy field – time stop here

In every travel that running through I used to take pictures and learning something through eyes.

Paddy field

This is also happen when I travel to West Java couple months ago. As a researcher and humanitarian worker I sometimes wonder and have a lots of question, some I received and answers but most still mystery and I need to learn more.

Fertile land in West Java

How could in fertile land like this poverty increased? How possible farming as economical based for this area could not increased live quality?

This time I take pictures of farmers along my trip from Sukabumi and Kuningan and wonder how could they living in ancient time with no progress and no support.

Related to poverty terminology, that most of farmers in this area categorized as poor group with income less than 2 USD per day. Related to quality of live I could see that most of them living with limited facility and access to clean water and facilities both in health and education.

I wonder how to expedite poverty reduction in rural area where all resources available. I am wonder that who will take a lead and develop suitable formula to solve the problem.

fish from wood-handy craft
“Tape” or fermented cassava as alternative livelihood
a lamp- handy craft from Sukabumi

Some of alternative livelihood in handcrafting and other industry could not be able to increased their income. Lack of access to market and no support from government are reason behind this.

Hope that sometimes this could be solve, even community could dig a mountain as marble miners, why there no one help to support them and make community at rural area out from poverty.

Marble hill

Let’s think about that and there will be light somewhere.

light

Photography: All About Jakarta


Some Photos from Jakarta

New building everyday?

Skycraper
Landmark?

History is only story, nothing left…

Museum Fatahilah

Soon… no old building left

Jakarta old building

Using bike = old style???

Bicycle for rent in front of Fatahilah Museum

Bikes for rent

Traffic jam everyday?

rain = traffic jam

Limited feasible public  transport

Public transport

Many traffic lamps on highway (paid road) but less or none in public non paid road?

Traffic lamps

When the night comes…

Jakarta at night