Karst Sangkulirang-Mangkalihat


Karst Sangkulirang – Mangkahaliat lies between Berau and East Kutai district. It is known for its unusual geology with limestone being formed by ancient coral reefs, and is one of the largest karst topographies in Southeast Asia about 420,000 acre wide. With jagged limestone formation, the area also has cavernous structure, which is important for underground aquifers.[1] The area has a significant amount of forest carbon stock, is home to unique biodiversity, and provides vital environmental services for local population.

karst_kaltim_sk718_eng

Biodiversity

Home to unique and endemic species, Karst Sangkulirang – Mangkahaliat is recognized by International Union for Conservation of Nature (IUCN) as a global center for plant biodiversity richness. It was also identified as one of the top 10 endangered karst ecosystems by international karst specialists[2].

TNC and the Indonesian Institute of Science (LIPI) conducted a rapid biological survey in 2004 on the area’s unique and rich biodiversity. The research found approximately 120 species of birds, 38 species of fish, 38 species of bats, dozens of aquatic troglobitic or troglophilic arthropods, 147 species of snails and several hundred species of cave arthropod in the area. The survey also found four endemic species of fish, 37 of snails, and hundreds of species of arthropods that are new to science.

Another research led by TNC in 2009 focused on the existence of endangered species in the area. The survey predicted a significant size of orangutan population exists in the Sangkulirang karst.

Economical Values

Karst Sangkulirang – Mangkahaliat has high economical value. The 240 caves in the areas are important for the collection of white and black swiftlets’ nests. The area also provides water sources for up to 90,000 people who inhabited the area. The population is spread into 8 villages and 3 new transmigration settlements.

There are five rivers from the area that flow to East Kutai district, and three rivers to Berau district. These rivers provide modes of transportation, clean water and irrigation to the communities.

Karst Sangkulirang – Mangkahaliat also provides a living to the residents, many of whom collect gaharu (Eagle wood), harvest wild honey – particularly among the Dayak communities- and other minor forest products. The area has its tourism potential, offering not only its beauty but also adventure through eco-tourism.

Karst Sangkulirang – Mangkahaliat provides an opportunity for sustainable financing and conservation through REDD mechanism.  Preliminary estimate indicates that the vegetation and karst rocks store more than 339 million tones of carbon dioxide equivalent.

Social Cultural Heritage

Out of some 240 caves in the area, a total of 30 sites show invaluable evidence of prehistoric arts. The area especially in Marang area is an archeological treasure. The caves are famous for Mesolithic (Middle Stone Age) paintings that are estimated to be 9,800 years old.[3] Decorating caves are known to be a part of spiritual and cultural activities in the prehistoric time.

Threats facing the area

But despites its ecological, scientific, socio-cultural and economic value, the area is constantly facing threats of degradation mostly caused by forest fire, illegal logging, treasure hunting, and conversion into farms, timber plantations and mines. The habitat alteration caused by these factors will have significant consequences for the biodiversity and also the people whose lives depend on the area.

 

Source: TNC reports on Karst

_______

[1] Gilbert amd Deharveng (2002) from Salas et. al (2005). Biodiversity, endemism and the conservation of limestone karsts in the Sangkulirang Peninsula, Borneo.Biodiversity 6 (2), pg. 15 – 23.

[2] Tronvig, K. A. and Belson, C. S (1999) Top Ten List of Endangered Karst Ecosystems. Karst Waters Institute, (http://www.karstwaters.org/TopTen3/topten3.htm, downloaded 25 March 2010)

[3] Pindi. Tantangan Kawasan Lindung Karst: Kerja Besar Pemda Kutim untuk Masa Depan. On Seminar of Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Kars Sangkulirang. Date: 9 August 2010.

Menyelamatkan Sisa Hutan Kalimantan Yang Tersisa


Tiga peta di bawah ini menggambarkan bagaimana perubahan land cover hutan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.

Paling kiri menunjukkan peta di tahun 1978, ditengahnya adalah peta tahun 2004 dan paling ujung adalah peta tahun 2025.

Di Kalimantan timur diperkirakan sekitar hampir 350.000 hektar hutan Kalimantan menghilang setiap tahunnya. Di Indonesia dari analisis tahun analisis menyebutkan 47.600 ha hutan primer mengalami deforestasi.setiap tahunnya.

Apa yang menjadi penyebab hilangnya hutan di Kalimantan?

  • Perubahan alami karena pertumbuhan penduduk dan kebutuhan lahan

Kebutuhan akan lahan untuk pemukiman, pembangunan infrastruktur lainnya merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Jika melakukan kalkulasi antara jumlah penduduk dan lahan terbuka, maka jelas sekali bahwa sektor perubahan tutupan alami bukan merupakan ancaman yang besar.

  • Exploitasi berlebihan pada sektor kehutanan

HPH dan HTI merupakan sektor kehutanan yang memberikan dampak pada pengurangan hutan di Kalimantan.

Beberapa riset yang dilakukan terkait dengan deforestasi hutan di Indonesia menyebutkan bahwa deforestasi terbesar terjadi pada hutan produksi.

  • Konversi lahan pada sektor perkebunan sawit

Konversi lahan untuk perkebunan merupakan ancaman yang terus bertambah. Pada wilayah di Sumatera dan Kalimantan perkebunan dilakukan pada kawasan berhutan. Perundangan di Indonesia hanya mensyaratkan kawasan perkebunan di APL dan kini di Hutan Produksi Konversi.

 

  • Konversi lahan pada sektor pertambangan

Pertambangan khususnya batubara merupakan jenis pertambangan yang mengubah secara total kawasan.

Mengapa Perlu Penyelamatan Hutan di Kalimantan?

Riset di Asia dan Asia tenggara menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan laju deforestasi terbesar di Asia. Disisi lain Indonesia merupakan wilayah dengan hutan tropis yang sangat kaya dari sisi biodiversity.

Kekayaan biodiversity Indonesia ini belum sepenuhnya di ekplorasi secara lengkap untuk kebutuhan manusia, karena hutan di Indonesia kaya akan biodiversity yang dapat digunakan untuk obat-obatan, sumber makanan dan juga keperluan lain seperti teknologi.

National Geographic pernah menayangkan beberapa fitur yang menampilkan bagaimana teknologi seperti pesawat terbang yang menggunakan hasil kajian hewan seperti burung dan capung dalam membuat sayap pesawat. Hasil hutan merupakan kekayaan yang luar biasa, hutan tropis misalnya menyumbang 250 jenis buah-buahan yang sekarang dikonsumsi manusia. Kopi dan coklat merupakan 2 spesies dengan konsumsi luar biasa besar yang dihasilkan dari hutan tropis.Diperkirakan 121 jenis obat di dunia di hasilkan dari ektraksi tanaman dan seluruh dunia hanya 1 persen tanaman yang sudah diteliti. Hutan tropis seperti Kalimantan menyediakan

Bagaimana Menyelamatkan Hutan Kalimantan?

Beberapa analisis deforestasi menunjukkan bahwa hutan Kalimantan mengalami tekanan yang besar dari kegiatan berbasis lahan seperti logging, HTI, oil palm dan tambang terbuka (misalnya batubara). Tentu saja terdapat perubahan alami akibat perkembangan penduduk yang membutuhkan lahan untuk pemukiman dan pertanian, tetapi jumlahnya tentu saja tidak sebesar perubahan akibat expansi industri kehutanan, perkebunan dan tambang. Ancaman lainnya adalah kebakaran hutan, tetapi sekali lagi perlu diingat bahwa ancaman kebakaran adalah penyebab sekunder yang sebab awalnya adalah kebutuhan expansi industri juga. Mengenali ancaman merupakan awal dalam melihat usaha apa yang bisa dilakukan dalam menyelamatkan hutan di Kalimantan.

kalbar
Konversi hutan primer ke perkebunan di Kalbar (sumber google earth)
GFW fires_concession map June-Sept 2015_East Kal
https://musnanda.com/wp-content/uploads/2015/10/gfw-fires_concession-map-june-sept-2015_east-kal

Beberapa artikel menyebutkan kebutuhan akan kebijakan, beberap media menyebutkan kebutuhan akan penegakan hukum untuk penyebab seperti kebakaran hutan dan encroachment, beberapa opini menyebutkan bahwa satu hal yang penting adalah perubahan pola alokasi lahan dengan menjaga hutan primer dan hutan dan gambut dari konversi lahan.

Dari sisi kebijakan sebenarnya hampir semua kebijakan kehutanan sudah mengindikasikan ada-nya proses penyelamatan hutan. Beberapa kebijakan tentunya memiliki kelemahan dalam pelaksanaanya. Ditambah lagi permasalahan terkait kewenangan pusat dan daerah yang kadang tidak sejalan.

taman nasional kutai
Taman Nasional Kutai dengan beberapa kawasan kebun (sawit) di dalamnya

Kebijakan lain disektor perkebunan masih menyisakan gap terkait dengan alokasi lahan, dimana semua lahan dengan status APL dan HPK yang masih berhutan masih memungkinkan untuk di konversi menjadi lahan perkebunan.

Salah satu aspek penting yang terlupakan adalah peran masyarakat, pembukaan perkebunan besar pada areal tertentu yang berdekatan dengan masyarakat sebenarnya memberikan peluang juga untuk masyarakat memilih dengan bijak apakah lahan yang berhutan sebagai bagian dari kepemilikan masyarakat akan diberikan ke konsesi atau tidak. Penguatan kapasitas masyarakat untuk menilai sisi positif dan negatif dari pembukaan lahan hutan di areal sekitarnya menjadi industri besar merupakan peluang pencegahan. Pada banyak masyarakat Indonesia yang tinggal di kawasan berhutan, hutan merupakan sumber makanan, sumber air dan kebutuhan lainnya. Penyelamatan hutan menjadi hal penting bagi masyarakat di kawasan hutan. Ini merupakan peluang dimana perlu kegiatan peningkatan kapasitas sehingga masyarakat memiliki knowledge yang cukup untuk menjaga kawasan hutannya dari konversi.

 

Kepemimpinan dan Lingkungan Hidup


Terdapat keterkaitan yang erat antara kondisi lingkungan dengan kepemimpinan, kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang memiliki visi kedepan yang jauh dalam bentuk kebijakan rencana dan program yang mengedepankan aspek lingkungan. Menjelang Pilkada aspek-aspek penting yang harus dilihat dalam melihat pemimpin yang dibutuhkan Kabupaten Berau adalah terkait dengan pengelolaan lingkungan.

Mengapa aspek lingkungan sangat penting karena baru saja masyarakat di Kabupaten Berau mendapat musibah dengan pencemaran air sungai Segah dan sungai Kelay yang kemudian menyebabkan matinya ikan dan kualitas air yang buruk untuk kepentingan rumah tangga, belum lama juga terdapat kasus kebakaran hutan yang menyebabkan penyakit ISPA dan terganggunya transportasi udara dari Berau dan menuju Berau.

Peran pemimpin daerah dalam menjaga kualitas lingkungan sangat penting karena kebijakan pengelolaan lingkungan pada banyak wilayah di Indonesia dimulai dari komitmen pemimpin daerah dalam mengambil kebijakan pengelolaan lingkungan yang lebih baik.

env leader
Alur kebijakan pengelolaan lingkungan

Gambar di atas menjelaskan bagaimana faktor lingkungan hidup dimulai dengan adanya komitmen, komitmen ini perlu ditunjang oleh keahlian yang bisa diambil dari semua pihak terkait dan yang terakhir akan menghasilkan kepemimpinan atau leadership.

Sebuah contoh sederhana dapat dilihat pada kasus berikut dengan contoh Kabupaten Berau;
Skenario yang akan dibuat adalah Komitmen Pengembangan Sektor Wisata Alam di Pulau Derawan; Dukungan Keahlian oleh beberapa pihak mengali fakta bahwa Wisata Alam Derawan adalah wisata kelautan dengan pantai, terumbu karang dan wisata mangrove di kawasan sekitarnya. Keahlian sipil dan perencanaan wilayah memberikan rekomendasi pengadaan infrastruktur seperti pelabuhan penumpang dan sarana transportasi, keahlian lingkungan memberikan rekomendasi bahwa diperlukan usaha perlindungan perairan sekitar pulau Derawan dengan menjaga kualitas sungai, kualitas mangrove dan perlindungan pantai.

env leader2
sumber peta: Google Earth

Terakhir dengan adanya Kepemimpinan yang baik maka Kebijakan yang diambil untuk memastikan pengembangan ekowisata di Pulau Derawan Berau antara lain; (1) Menjaga kualitas air sungai yang bermuara ke pantai di sekitar Pulau Derawan; (2) Kebijakan pengelolaan infrastruktur dengan melihat aspek lingkungan misalnya menghindari pembangunan tepat di sepadan pantai atau sungai; (3) mengedepankan peran serta masyarakat lokal misalnya dengan peningkatan ketrampilan dan pengetahuan pengelolaan wisata.

Kebijakan Pembangunan dan Lingkungan

Beberapa pemimpin daerah di Indonesia baik pada tingkat kabupaten dan provinsi banyak yang tidak menyadari keterkaitan yang erat antara kebijakan yang diambil dengan kualitas lingkungan. Pada prakteknya dengan mengedepankan target pendapatan asli daerah (PAD) dan peningkatan ekonomi semata beberapa pemimpin daerah mengambil kebijakan yang ektrem dengan memberikan perijinan dalam mengeksploitasi sumber daya hutan, lahan dan sumber daya alam lainnya dengan mengesampingkan faktor lingkungan. Misalnya pada daerah Riau, Jambi dan Sumatera Selatan, juga Kalimantan di beberapa lokasi, pembelian perijinan di lahan gambut dan lahan berhutan kemudian berdampak besar.

Analisis CIFOR menyebutkan bahwa hanya pada tahun 2015 saja kerugian kebakaran hutan di Indonesia mencapai 200 trilyun ini sama dengan 10% dari APBN Nasional Indonesia 2015 yang jumlahnya 2.019,91 trilyun. Belum lagi kerugian ekologis dan kerugian kesehatan jangka panjang yang dampaknya belum berhenti sampai saat ini. Bagaimana kepeminpinan dan lingkungan hidup sangat berperan dalam kemajuan suatu wilayah bisa dilihat pada studi kasus di luar Indonesia maupun di Indonesia. Kebijakan lingkungan di banyak tempat dilakukan ketika dampak lingkungan sudah terasa dan mengancam aspek kehidupan masyarakat.

Pasca restorasi Meiji Jepang mengalami banyak permasalahan lingkungan akibat kegiatan-kegiatan pertambangan dan industry, tetapi sampai tahun 1950 dan 1960-an masih banyak permasalahan lingkungan, beberapa kasus seperti keracunan akibat tambang pada kasus Minamata membuat Jepang mengeluarkan kebijakan yang sangat ketat dalam menjaga kualitas air di negaranya. Kasus di dalam negeri bisa terlihat pada kasus di Jakarta dan Surabaya dengan sungai yang sangat buruk kualitasnya dan tidak larangan pembangunan di sepadan sungai. Kebijakan kemudian dibangun untuk mengatasi permasalahan lingkungan tersebut.

Wilayah seperti Berau dengan kualitas lingkungan yang masih baik, dengan tutupan hutan yang baik bisa belajar dari kebijakan yang dibangun di wilayah lain. Mengapa peran kebijakan pimpinan daerah sangat penting? Ini bisa dilihat dalam hampir semua alur perijinan sector berbasisi lahan seperti kehutanan, perkebunan, peran pimpinan daerah baik Bupati dan Gubernur adalah pemberi rekomendasi. Tanpa rekomendasi dari daerah perijinan sektor kehutanan dan perkebunan tidak akan mendapatkan perijinan pada tingkat nasional. Kebijakan yang dibangun oleh pemimpin daerah akan menjadi penentu kualitas lingkungan dan kualitas masyarakat di wilayah tersebut.

Berau dan Analisis Kebijakan Lingkungan

Berau merupakan wilayah dengan tutupan hutan yang besar, analisis yang dilakukan ditahun 2012 sampai 2013 menyebutkan tutupan hutan di Berau masih pada kisaran diatas 70%, Berau merupakan wilayah di Kaltim yang memiliki tutupan Karst besar di bagian tenggah dan tenggara Berau dengan fungsinya sebagai sumber mata air, Berau memiliki kekayaan laut, mangrove dan lokasi wisata Derawan serta Labuhan Cermin. Fakta-fakta tersebut menjadikan Berau memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan Kabupaten lain di Kalimantan Timur. Potensi sumberdaya alam yang besar tersebut memerlukan kebijakan pengelolaan yang baik.

Bagaimana menilai kebijakan lingkungan? Ada beberapa faktor penting dalam menilai kebijakan lingkungan di tingkat daerah yang paling utama berdasarkan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup no 32 tahun 2009 adalah pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam penyusunan kebijakan, rencana dan program. KLHS wajib dilakukan untuk penyusunan RPJP/M, RTRW dan Kebijakan lain skala besar yang berpengaruh terhadap lingkungan (misalnya kebijakan pembangunan PLTN/PLTA, Food Estate luas, dll).

Kebijakan pengelolaan lingkungan yang lain adalah kebijakan alih fungsi lahan hutan untuk kegiatan lain, misalnya apakah kebijakan mampu memberikan perlindungan kawasan hutan yang penting untuk masyarakat local yang hidupnya tergantung pada hutan. Aspek lain adalah kebijakan pengelolaan DAS dan aliran sungai, apakah kebijakan yang dibuat mampu melindungi DAS dari pencemaran, erosi, pendangkalan dan bencana kebanjiran.

Analisis kebijakan lingkungan menjadi hal penting dalam melakukan screening awal untuk memastikan bahwa kebijakan yang dibangun di daerah akan mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat dan lingkungan di daerah tersebut.

Kebakaran Hutan di Papua


Pertama kali menginjakkan kaki di Papua tahun 2000 saya baru tahun ini mendengar begitu banyaknya penerbangan di Papua terhenti karena asap.

Tahun ini sebaran titik api di Papua sangat banyak, Hasil analisis September dan Oktober 201 5 ini menyebutkan ada 10096 fire alerts dengan  2755 titik api yang hampir pasti. Sebaran terbesar ada di Kabupaten Merauke dan Mappi.  Secara lebih detail dapat dilihat seperti berikut ini.

Sebaran hot spot dari FIRMS September Oktober 2015
Sebaran hot spot dari FIRMS September Oktober 2015
Sebaran titik api per kabupaten di Papua
Sebaran titik api per kabupaten di Papua

Secara detail sebaran per kabupaten dapat dilihat di tabel berikut:

Tabel sebaran titik api kabupaten Papua
Tabel sebaran titik api kabupaten Papua

Bicara tentang kebakaran, Merauke memang merupakanwilayah savana dan secara alami akan mengalami kebakaran sepanjang tahun. Tetapi wilaya seperti Mappi, Teluk Bintuni atau Sorong pada dasarnya bukan wilayah alami yang mengalami kebakaran.

Sebaran titik api dan konsesi di Papua
Sebaran titik api dan konsesi di Papua

Lalu apa yang menjadi pemicu semakin besarnya angka titik api di Papua? Faktor fenomena iklim el nino bisa menjadi satu alasan, tetapi el nino terbesar pada tahun1997 misalnya tidak menyebabkan kebakaran hebat di Papua seperti sekarang.

Expansi Perkebunan Sawit

Sejak saya di Papua saya tahu beberapa lokasi seperti Kabupaten Jayapura, Kabupaten Manokwari yang telah memiliki perkebunan sawit. Wilayah di Selatan Papua saat itu belum ada perkebunan sawit, ada banyak alasan mengapa selatan tidak ada sawit karena kondisi wilayah yang memang tidak sesuai untuk sawit di wilayah rawa dan mangrove.

Tetapi belakangan ini wilayah selatan seperti Mappi dan Timikan mulai dilirik untuk expansi sawit.

Entah ada kaitan atau tidak, yang pasti expansi pembukaan lahan untuk sawit sejalan dengan peningkatan titik api .

 

 

Matinya Ikan-ikan di Sungai Segah: Sebuah Analisis Spatial


Pada awal Oktober 2015  Kabupaten Berau dikagetkan dengan berita matinya ribuan ikan-ikan di Sungai Segah. Beberapa sumber media seperti Berau Post dan Kaltim Post menyebutkan matinya ikan di Berau ditemukan mulai dari wilayah Labanan, Gunung Tabur, Teluk Bayur sampai ke Tanjung Redeb sendiri.

Apa penyebabnya masih menjadi tanda tanya karena Badan Lingkungan Hidup Berau baru merilis hasil analisis berupa PH air 4,06 sementara ambang batas 6-9, selain itu kadar oksygen air 0,7 mg/l sementara ambang normal adalah 6 mg/l dan kadar amonia 3,1  mg/l sementara ambang normal adalah 0,5 mg/l. Angka yang dibawah normal ini mengindikasikan adanya pencemaran air tetapi sayangnya belum ada penjelasan resmi mengenai kadar kandungan mineral dalam air (sumber: Berau Post, 7 October 2015).

Spekulasi mengenai penyebab kematian ikan yang di media mulai dari limbah tambang, limbah sawit serta spekulasi yang tidak jelas mengenai tenggelamnya kapal pengangkut tawas. Tetapi penyebab sebenarnya harus menunggu analisis yang saat ini sedang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Berau.

Seberapa Luas?

Total 30 km sungai yang terpengaruh oleh pencemaran tersebut, ada informasi bahwa sampai ke Batu-batu dan jika benar maka sepanjang 60 km. Seperti terlihat pada peta Google Earth berikut:

Wilayah DAS Segah yang tercemar
Wilayah DAS Segah yang tercemar

Sepanjang sungai tersebut merupakan wilayah diketahui matinya ribuan ekor ikan. Tetapi pengaruhnya lebih besar tentunya pada pada semua penduduk di sepanjang kawasan DAS Segah yang menggunakan air sungai untuk kehidupan sehari-hari.

Analisis Spatial Sederhana

Tulisan di Berau Pos, 7 Oktober berjudul “Mungkinkah Air Beracun?” oleh Abidinsyah, mantan Kepala BLH Berau periode 2003 -2004 menyebutkan bahwa kandungan logam berbahaya di sungai Segah pada tahun 2003 sudah 500% dari ambang normal dan limbah sawit 600% dari ambang normal.

Saya ingin membuktikan bahwa secara spatial statement tersebut sangat sesuai dengan kondisi sekitar sungai seperti terlihat pada peta berikut:

Kondisi Sektar Sungai Yang dikelilingi oleh perkebunan Sawit dan Tambang Batubara
Kondisi Sektar Sungai Yang dikelilingi oleh perkebunan Sawit dan Tambang Batubara

Sepanjang sungai Segah pada lokasi matinya ikan terdapat hamparan luas Kebun Sawit yang luasnya sekitar 6000 ha yang sudah dibuka. Pada wilayah ini juga terdapat pertambangan batubara yang luasnya pada kisaran 100 ha baik yang berada dibagian utara maupaun bagian selatan sungai Segah.

Sawit merupakan jenis usaha yang menggunakan pupuk dalam jumlah yang sangat besar, pupuk ini yang terlarut dalam air akan menyebabkan kadar amonia yang tinggi pada air. Mengutip sesuai informasi pada Berau Post maka bahwa sangat sesuai data tahun 2003 dengan kandungan amonia terbaru yang ada sekarang 600% dari kondisi normal.

Peta berikut memperlihatkan kebun yang sangat dekat dengan anak sungai Segah dan pada saat terjadi hujan memungkinkan pencucuian pupuk sawit saat terjadi hujan.

Sawit yang sangat dekat dengan anak sungai Segah
Sawit yang sangat dekat dengan anak sungai Segah

Sementara itu kandungan logam dimungkinkan  dari limbah pertambangan, mengingat lokasi tambang yang sangat dekat dengan sungai atau anak sungai memungkinkan outlet pembuangan yang kemungkinan bisa masuk ke sungai. Kasus seperti yang terjadi di Kalimantan Selatan (baca: http://tekno.tempo.co/read/news/2014/12/03/061626234/limbah-tambang-batu-bara-racuni-sungai-di-kalsel) bisa menjadi pembanding dampak penambangan batubara terhadap kualitas air sungai.

Peta berikut memperlihatkan lokasi tambang yang sangat dekat dengan sungai Berau di Tangap yang memungkinkan adanya pencemaran ke sungai.

Batubara di sepanjang sungai Segah, wilayah Tangap
Batubara di sepanjang sungai Segah, wilayah Tangap

Lokasi lain yang juga memungkinkan untuk diteliti adalah wilayah rawa dekat dengan tambang yang limpasan air-nya dapat masuk ke sungai Segah.

Tambang batubara di Birang
Tambang batubara di Birang

Untuk sampai pada kesimpulan penyebab matinya ikan-ikan di sungai Segah haruds analisis yang detail dengan menggunakan uji lab hasil lab untuk memastikan penyebab matinya ikan-ikan tersebut. Hasil uji lab harus dilakukan secara seksama baik dengan mengambil sample air, mengambil sample ikan yang mati, mengambil sample sedimen sungai pada kawasan tercemar.

Hasil analisis spatial secara sederhana dengan menggunakan Google Earth diatas dapat dijadikan acuan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam memastikan penyebab terjadinya peristiwa matinya ikan-ikan di sungai Segah. Lokasi yang ditunjukkan merupakan indikatif yang dapat di follow up untuk lokasi pengambilan sample air atau ikan atau sedimen.

Peta berikut adalah usulan lokasi sample air, di sepanjang sungai Segah serta 2 lokasi di sungai Berau dan sungai Kelay sebagai pembanding.

Usulan Lokasi Sample Air
Usulan Lokasi Sample Air

Bahkan jenis ikan seperti cat fish yang tahan juga ikut mati, berikut adalah beberapa foto:

IMG_1489

IMG_1484

Semoga tulisan ini berguna untuk kepentingan penyelamatan lingkungan di Berau.

Mudahnya Membuat Analisis Kebakaran Hutan


Satelit imagery yang menangkap lokasi awan dan kebakaran; Sumber: NASA
Satelit imagery yang menangkap lokasi awan dan kebakaran; Sumber: NASA
https://musnanda.com/wp-content/uploads/2015/10/gfw-fires_concession-map-june-sept-2015_east-kal
https://musnanda.com/wp-content/uploads/2015/10/gfw-fires_concession-map-june-sept-2015_east-kal

Saat ini analisis kebakaran hutan bukan lagi merupakan suatu yang sulit untuk dilihat. Kemudahan akses internet dan tools online membuat siapapun dengan mudah mengetahui kebakaran hutan dan lokasinya.

Secara reguler NASA memberikan update lokasi hotspot melalui web: https://earthdata.nasa.gov/earth-observation-data/near-real-time/firms 

Saat ini dengan menggunakan GFW Fires kita bisa melalukan  analisis dengan mudah. Caranya cukup dengan menggunakan web base dengan akses ke web: http://fires.globalforestwatch.org/#v=home&x=115&y=0&l=5&lyrs=Active_Fires 

Berikut adalah hasil analisis yang saya lakukan untuk Kaltim.

Rangkuman Analisis Hotspot Kal

NOAA EAst Kalimantan
NOAA EAst Kalimantan

Data Spatial dan Konservasi 2


Belum lama ini saya menonton National Geopraphic TV yang menampilkan kekayaan bioversity di Indonesia, acara ini menampilkan spesies dan habitat yang luar biasa indah dan unik di wilayah Kalimantan dan Papua. Saya terkagum-kagum sambil bertanya ” sampai kapan kekayaan ini bisa bertahan?”. Apakah habitat spesies-spesies ini bisa dilestarikan? Apakah perencanaan pembangunan di wilayah-wilayah ini memperhatikan aspek konservasi yang mendukung pelestarian habitat tersebut? Apakah habitat itu sudah dipetakan dan masuk dalam pola ruang RTRW wilayah? Sejumlah pertanyaan berujung “dimana” mengalir di kepala saya.

Konservasi selalu akan berujung dengan pertanyaan dimana? Itu juga yang menjadikan data spatial memberikan kontribusi yang penting kegiatan konservasi. Tengok saja web: http://maps.tnc.org/ yang selalu mendapatkan update ketika ada satu inisiatif yang menggunakan pendekatan berbasis spatial.

Pendekatan Landscape

Salah satu pendekatan konservasi yang erat dengan penggunaan data spatial adalah pendekatan berbasis landscape. Ada banyak pengertian mengenai pendekatan berbasis landscape (landscape approach) tetapi ada benang merah dimana semua pendekatan konservasi yang dikembangkan dengan pendekatan landscape merupakan pendekatan berbasis spatial. Pendekatan-pendekatan seperti perencanaan wilayah daerah aliran sunga (DAS), pendekatan ecoregion, dll.

Tools-tools pengelolaan pengelolaan berbasis landscape seperti HCV, HCS, CbD, dll merupakan tools yang dilakukan dengan menggunakan data spatial sebagai dasar pengelolaan.

Pendekatan landscape sebenarnya bukan sesuatu yang baru bagi pembangunan di Indonesia, coba lihat project Reppprot tahun 80-an yang dikembangkan untuk penentuan wilayah transmigrasi merupakan pendekatan berbasis landscape dengan menggali semua aspek yang dibutuhkan.

Kaitan Dengan Perencanaan Wilayah

Fakta yang ada adalah seperti ini:

– Tata ruang merupakan perencanaan ruang yang legal dimana didalamnya terdapat pola ruang dan struktur ruang dalam rentang medium ( 5 tahun) dan jangka panjang (20 tahun). Apa yang ada didalamnya dokumen tata ruang akan menjadi blueprint pembangunan pada tatanan ruang.

– Kawasan-kawasan di luar kawasan lindung merupakan kawasan yang akan dijadikan sebagai kawasan yang dibuka dan di kelola untuk pembangunan. Pada banyak wilayah di Indonesia kawasan ini belum dipetakan secara untuk “apa yang ada didalamnya?, berapa kekayaan biodiversity yang ada didalamnya? apa yang akan terjadi/dampak dari perubaha kawasan ini?”

– Jika satu wilayah Kabupaten dan Provinsi akan melakukan perencanaan secara lebih detail, faktanya adalah kekurangan data dan informasi berbasis ruang yang mampu dijadikan baseline dalam penentuan tata ruang. Belum lagi bicara kapasitas untuk menggunakan dan mengelola data spatial di tingkat kabupaten dan provinsi.

Salah satu aspek penting yang terlupakan dalam perencanaan wilayah di Indonesia adalah aspek kekayaan biodiversity. Kita dikaji secara mendalam maka perencanaan pembangunan di Indonesia melupakan aspek biodiversity, beberapa inisiatif yang diluncurkan belakangan ini seperti IBSAP (Rencana Aksi Biodivesity Indonesia) atau beberapa kegiatan seperti RAD GRK yang berkontribusi pada penyelamatan kawasan di Indonesia bisa dikatakan terlambat. Kalaupun inisiatif ini diluncurkan, masih sulit dilakukan karena kemudian harus di mainstreaming, atau di sinergikan dalam perencanaan pembangunan dalam RPJM atau dalam RTRW. Dimana efektifitasnya diragukan.

According to the LIPI, Indonesia boats more than 38,000 species of plants, of which 55 percent are native. The richness has made Indonesia the world’s fifth-most wealthy country in terms of biodiversity. – See more at: http://www.thejakartapost.com/news/2010/05/24/indonesia039s-biodiversity-under-serious-threat-lipi.html#sthash.a0EhsW9N.dpuf

Peluang memasukkan aspek konservasi dalam pembangunan mustinya dilakukan secara utuh, artinya ada aspek-aspek perencanaan wilayah yang memasukkan parameter-parameter konservasi di dalam penentuan kebijakan, rencana dan program pembangunan. Tanpa memasukkan aspek-aspek ini dalam perencanaan maka usaha paralel yang dilakukan untuk konservasi dan perlindungan keanakeragaman hayati hanya menjadi suatu aspek yang tetap terlupakan.

Bagaimana ini dilakukan? Coba tengok penentuan kawasan lindung di dalam Tata Ruang. Penentuan kawasan lindung dalam peraturan tata ruang hanya memasukkan aspek perlindungan tanah dan air. Belum memasukkan perlindungan biodiversity dengan memasukkan perlindungan habitat bagi semua kekayaan biodiversity di Indonesia. Meskipun ada ‘kata’ perlindungan satwa dan habitat, tetapi tidak ada peraturan detail yang diturunkan untuk memasukkan aspek ini dalam Tata Ruang.

Data Spatial dan Konservasi (1)


“Our vision is to support and expand the use of geospatial technologies to enhance The Nature Conservancy’s core mission by improving our conservation science, fundraising and administrative functions”

Peta Landuse Berau
Peta Landuse Berau

Di negeri yang membentang dari Sabang sampai Merauke dengan luas wilayah yang demikian besar salah satu aspek yang terlupakan atau terpinggirkan adalah pentingnya data spatial sebagai informasi dasar dalam menyusun rencana pembangunan.

Data spatial telah lama tersimpan di bawah meja, dianggap sebagai barang rahasia atau sebagaian orang masing menggangap sebagai komoditi yang bisa diperjual belikan.

Kemajuan teknologi GIS, teknologi pemetaan digital serta keterbukaan informasi yang didorong oleh pihak lain membuat data spatial bukan lagi sebagai dokumen rahasia, tetapi sebagai data dan informasi dasar dalam melakukan banyak kegiatan.

Kebijakan OneMap pada tingkat nasional dapat dikatakan sebagai pemicu awal dari keterbukaan informasi ini. Tetapi faktor lain sebagai pemicu dibalik kebijakan ini wajib kita simak, yang antara lain adalah kebakaran hutan, bencana alam serta tekanan dari luar akan pentingnya penyelamatan kawasan hutan sebagai bagian dari kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Konservasi dan data spatial pada dasarnya bukan merupakan hal yang terpisahkan. Saya masih teringat ketika bekerja di dunia konservasi pertama kali adalah menyusun data spatial Papua khususnya wilayah Lorentz sebagai informasi pendukung untuk mengusulkan Lorentz sebagai warisan dunia (world heritage). Waktu itu saya hanya membuat beberapa peta sederhana yang menggambarkan mulai dari letak, data biofisik sampai informasi biodiversitas yang sebelumnya sudah di survey.

Data spatial kemudian semakin sering saya gunakan dalam kegiatan konservasi ketika beberapa pendekatan seperti ekoregion dan pendekatan berbasis landscape mulai dijadikan dasar dalam menentukan strategi  konservasi.

Kegiatan LSM dibidang Data Spatial

Ada banyak LSM yang bekerja dibidang penguatan data spatial, salah satunya adalah The Nature Conservancy yang bekerja di Kabupaten Berau,  Kalimantan Timur. Pendekatan berbasis Jurisdictional Approach yang dilakukan TNC di Berau mencakup aspek-aspek yang luas mulai dari bekerja di tingkat tapak dengan community base natural resource management, pendekatan berbasis site dengan konservasi kawasan karst, pendekatan berbasis sektoral dengan improve forest management dengan perusahaan dengan menerapkan RIL dan mendukung sertifikasi sampai pada pendekatan kebijakan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pada semua aspek dan cakupan tersebut data spatial memiliki peran penting dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi dan monitoring kegiatan.

Data spatial menjadi sangat penting dan digunakan secara luas pada semua pendekatan. Sedangkan untuk TNC sendiri data spatial menjadi penting dengan pendekatan-pendekatan yang digunakan TNC seperti Conservation by Design, Development by Design atau kegiatan berbasis landscape lainnya seperti Protected Area Management.

Coba lihat web berikut: http://maps.tnc.org/gis_data.html , dimana data-data spatial yang sudah ada bisa digunakan oleh publik.

Membangun Data Spatial untuk Konservasi Pada Tingkat Kabupaten

Di Kabupaten Berau telah dibangun webGIS yang menampilkan data-data spatial Berau. Data spatial yang dihasilkan tentunya akan memberikan kontribusi pada konservasi dengan berbagai cara seperti berikut ini:

  • Awareness akan Informasi Spatial
  •  Tata Ruang yang lebih baik
  • Baseline Konservasi pada Kegiatan Berbasis Lahan

 

 

Environmental Democracy dan Kebijakan OneMap


Environmental democracy is rooted in the idea that meaningful participation by the public is critical to ensuring that land and natural resource decisions adequately and equitably address citizens’ interests. Rather than setting a standard for what determines a good outcome, environmental democracy sets a standard for how decisions should be made.

At its core, environmental democracy involves three mutually reinforcing rights that, while independently important, operate best in combination: the ability for people to freely access information on environmental quality and problems, to participate meaningfully in decision-making, and to seek enforcement of environmental laws or compensation for damages.

sumber: http://www.wri.org/blog/2014/07/what-does-environmental-democracy-look

Ada tulisan menarik di Devex mengenai Environmental Democracy seperti dapat dilihat dalam link berikut: https://www.devex.com/news/3-opportunities-to-expand-environmental-democracy-85147

Kebetulan saya baru saja melakukan desk research untuk mendata jumlah kampung di beberapa kabupaten di Kalimantan dan menemukan beberapa data yang berbeda sesuai dengan siapa yang merilisnya, data BPS dan data Pemda berbeda menyebutkan jumlah kampung dan kelurahan yang ada di kabupaten.

Pastinya ketika membaca artike Environmental Democracy saya justru lebih khawatir lagi mengenai akurasi dan ketersediaan data-data terkait dengan lingkungan hidup. Meskipun pemerintah dengan UU Keterbukaan Informasi Publik no. … telah bertekad untuk memberikan informasi publik secara luas, tetapi tentu saja masih terdapat permasalahan lain terkait dengan akurasi dan update data tersedia.

Salah satu data yang masih sulit di-share adalah data spatial, keengganan beberapa ‘oknum’ lembaga dan personal pemerintahan untuk melakukan sharing data informasi publik terkait spatial sebenarnya punya dampak buruk untuk daerah yang terasa langsung atau dirasakan kemudian hari. Yang terasa langsung adalah masyarakat kekurangan informasi dan kemudian berdampak pada pembodohan baik sengaja atau tidak sengaja. Dampak yang tidak langsung misalnya buruknya perencanaan pembangunan dan tentunya buruknya kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Dalam jangka waktu lebih panjang lagi akan terkait dengan kemiskinan dan bencana alam. Keterbatasan informasi spatial dikaitkan dengan kebijakan tata ruang yang mengharuskan bangunan di luar areal 50 m kanan kiri sungai lebar maksimal 30 m dan 100 meter untuk sungai diatas 30 m. Akan berdampak kedepannya dengan bencana, dimana terjadi banyak korban banjir yang memakan korban. Ini dimulai dengan ketertutupan informasi spatial mengenai kawasan DAS dan sungai serta tata ruang (pola ruang) serta kebijakan pendukungnya.

Dalam tulisannya di https://www.devex.com/news/3-opportunities-to-expand-environmental-democracy-85147 tersebut, disebutkan bahwa ada kaitan antara Environmental Democracy, Pengentasan Kemiskinan dan Dampak Lingkungan (environment output). Jangan lupa bahwa negara-negara dengan nilai indeks pembangunan manusia tinggi serta memiliki kualitas lingkungan yang baik adalah negara dengan tingkat keterbukaan data yang transparan, demikian pula dengan keterbukaan atas informasi spatial.

Kebijakan OneMap jika dilihat tentunya akan menjadi langkah awal bagi Environment Democracy, dimana OneMap akan menyediakan data spatial untuk publik yang akurat dan update serta dapat digunakan oleh banyak pihak untuk kegiatan perencanaan pembangunan.

IMG_2588

Seharusnya mulai dipikirkan bagaimana mengharuskan implementasi Environmental Democracy sebagai salah satu ktriteria dalam menilai kemajuan suatu wilayah. Karena dengan menerapkan prinsip ini maka penilaian pembangunan tidak hanya terbatas pada perhitungan-perhitungan ekonomi sesaat, tetapi pada penilaian lingkungan yang melibatkan masyarakat. Semuanya diawali dengan keterbukaan informasi dan penekanan yang penting untuk saya adalah keterbukaan informasi spatial.