Melihat Kebun Sawit dari Citra Google Earth


Pada tingkat nasional, sedang dibicarakan mengenai ban EU atas oil palm untuk biofuel, lihat : http://www.climatechangenews.com/2017/03/30/eu-palm-oil-restrictions-risk-sparking-trade-spat/

Saya justru akan mengangkat isu mengenai praktek perkebunan yang menyalahi UU Tata ruang mengenai wilayah perlindungan lokal. Yang paling mudah adalah dengan menggunakan aspek perlindungan sepadan sungai dan sepadan danau.

Berdasarkan regulasi Permentan no 11 tahun 2015 , maka kawasan yang tidak bisa ditanami adalah:

  1. Sepadan sungai di daerah rawa 200 m
  2. Sepadan sungai di bukan rawa 100 m
  3. Anak sungai 50 m
  4. Sepadan/buffer danau 500 m
  5. Dua kali kedalaman jurang
  6. 130 kali selisih pasang surut tertinggi

Coba saja luangkan waktu 30 menit dengan menggunakan google earth yang gratis, ada banyak sekali pelanggaran yang dilakukan dengan melakukan penanaman pada  kawasan yang tidak diperbolehkan.

pelanggaran palm oil_Berau 8
Pelanggaran penanaman di Kaltim

pelanggaran palm oil_Kalbar01

Sawit yang berjarak dibawah 200 m dari Danau di Kalbar

pelanggaran palm oil_Kaltim 1
Sawit dengan jarak dibawah 100 m

pelanggaran palm oil_Kutim

RIAU_pelanggaran sawit01
Pelanggaran penanaman di Riau
Sumatera_pelanggaran sawit02.jpg
Pelanggaran penanaman di Sumatera
Sumatera_pelanggaran sawit03
Pelanggaran di wilayah Sumatera (kemungkinan wilayah ini dilaporkan sebagai HCV tetapi ditanami sawit

Minimnya Data Iklim di Indonesia: Siapa Yang Perduli?


Datangnya musim penghujan di beberapa wilayah Indonesia merupakan berkah bagi negara yang memiliki mayoritas penduduk di bidang pertanian.Tetapi pada beberapa wilayah musim hujan juga merupakan musim yang diikuti dengan bencana lokal seperti banjir dan atau tanah longsor.

Sebagai geograf, salah satu ilmu yang dipelajari adalah ilmu iklim atau klimatologi,dimana Klimatologi (berasal dari bahasa Yunani Kuno κλίμα, klima, “tempat, wilayah, zona”; dan -λογία, -logia “ilmu”) adalah studi mengenai iklim, secara ilmiah didefinisikan sebagai kondisi cuaca yang dirata-ratakan selama periode waktu yang panjang.

Ilmu klimatologi dengankurun waktu panjang sangat memerlukan set data cuaca seperti data curah hujan yang secara periodik diperlukan untuk melakukan analisis.Salah satu keluhan sewaktu melakukan analisis iklim adalah kurangnya data-data iklim yang update. Sewaktu kuliah dulu data iklim yang kita gunakan bahkan bersumber dari data-data jaman penjajahan Belanda. Dosen-dosen saya selalu bilang bahwa data jaman penjajahan Belanda lebih lengkap dan akurat karena memang data tersebut digunakan untuk kajian sektor-sektor perkebunan.

Saat ini ilmu klimatologi diperlukan untuk melakukan banyak kajian, misalnya kajian kerentanan bencana banjir dan longsor memerlukan kajian klimatologi yang mememerlukan pemetaan wilayah curah hujan. Ilmu iklim juga sangat dibutuhkan dalam menyusun sebuah strategi bagi pertanian dan perkebunan di Indonesia. Tujuan pembangunan swasembada pangan hanya akan berhasil jika dilakukan kajian detail kesesuaian lahan. Semua kajian itu memerlukan iklim yang merupakan data cuaca dalam periode lama. Semakin detail sebaran statisun curah hujan, maka semakin detail data wilayah curah hujan melalui penggambaran isohyet-nya. Sayangnya data yang terbatas menghasilkan hasil kajian yang general dan tidak tepat untuk dijadikan input dalam pengambilan keputusan.

Saat ini data iklim seperti curah hujan, hari hujan, dll bisa didapatkan online melalui :  http://dataonline.bmkg.go.id/mcstation_metadata tetapi sayangnya ada data tersebut sangat terbatas. Total terdapat 7,476 data stasiun pengamatan di Seluruh Indonesia (lihat: http://dataonline.bmkg.go.id/mcstation_metadata). Jika di shortlist per provinsi misalnya mengambil wilayah wilayah Kalimantan Tengah, maka hanya 5 stasiun yang tercatat. Apakah cukup data 5 stasiun untuk wilayah Kalteng seluas 157.983 km2?

Sementara BPS membuat list data 129 statiun BMKG di Indonesia yang bisa diakses oleh publik melalui link berikut: https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1349.

Tetapi tentu saja pertanyaannya siapa yang peduli dengan minimnya data iklim di Indonesiameskipun kejadian banjir dan longsor sudah terjadi di depan mata? Mungkin nanti kalau banjir sudah setinggi tugu Monas…

img_8588

 

 

Karst Sangkulirang-Mangkalihat


Karst Sangkulirang – Mangkahaliat lies between Berau and East Kutai district. It is known for its unusual geology with limestone being formed by ancient coral reefs, and is one of the largest karst topographies in Southeast Asia about 420,000 acre wide. With jagged limestone formation, the area also has cavernous structure, which is important for underground aquifers.[1] The area has a significant amount of forest carbon stock, is home to unique biodiversity, and provides vital environmental services for local population.

karst_kaltim_sk718_eng

Biodiversity

Home to unique and endemic species, Karst Sangkulirang – Mangkahaliat is recognized by International Union for Conservation of Nature (IUCN) as a global center for plant biodiversity richness. It was also identified as one of the top 10 endangered karst ecosystems by international karst specialists[2].

TNC and the Indonesian Institute of Science (LIPI) conducted a rapid biological survey in 2004 on the area’s unique and rich biodiversity. The research found approximately 120 species of birds, 38 species of fish, 38 species of bats, dozens of aquatic troglobitic or troglophilic arthropods, 147 species of snails and several hundred species of cave arthropod in the area. The survey also found four endemic species of fish, 37 of snails, and hundreds of species of arthropods that are new to science.

Another research led by TNC in 2009 focused on the existence of endangered species in the area. The survey predicted a significant size of orangutan population exists in the Sangkulirang karst.

Economical Values

Karst Sangkulirang – Mangkahaliat has high economical value. The 240 caves in the areas are important for the collection of white and black swiftlets’ nests. The area also provides water sources for up to 90,000 people who inhabited the area. The population is spread into 8 villages and 3 new transmigration settlements.

There are five rivers from the area that flow to East Kutai district, and three rivers to Berau district. These rivers provide modes of transportation, clean water and irrigation to the communities.

Karst Sangkulirang – Mangkahaliat also provides a living to the residents, many of whom collect gaharu (Eagle wood), harvest wild honey – particularly among the Dayak communities- and other minor forest products. The area has its tourism potential, offering not only its beauty but also adventure through eco-tourism.

Karst Sangkulirang – Mangkahaliat provides an opportunity for sustainable financing and conservation through REDD mechanism.  Preliminary estimate indicates that the vegetation and karst rocks store more than 339 million tones of carbon dioxide equivalent.

Social Cultural Heritage

Out of some 240 caves in the area, a total of 30 sites show invaluable evidence of prehistoric arts. The area especially in Marang area is an archeological treasure. The caves are famous for Mesolithic (Middle Stone Age) paintings that are estimated to be 9,800 years old.[3] Decorating caves are known to be a part of spiritual and cultural activities in the prehistoric time.

Threats facing the area

But despites its ecological, scientific, socio-cultural and economic value, the area is constantly facing threats of degradation mostly caused by forest fire, illegal logging, treasure hunting, and conversion into farms, timber plantations and mines. The habitat alteration caused by these factors will have significant consequences for the biodiversity and also the people whose lives depend on the area.

 

Source: TNC reports on Karst

_______

[1] Gilbert amd Deharveng (2002) from Salas et. al (2005). Biodiversity, endemism and the conservation of limestone karsts in the Sangkulirang Peninsula, Borneo.Biodiversity 6 (2), pg. 15 – 23.

[2] Tronvig, K. A. and Belson, C. S (1999) Top Ten List of Endangered Karst Ecosystems. Karst Waters Institute, (http://www.karstwaters.org/TopTen3/topten3.htm, downloaded 25 March 2010)

[3] Pindi. Tantangan Kawasan Lindung Karst: Kerja Besar Pemda Kutim untuk Masa Depan. On Seminar of Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Kars Sangkulirang. Date: 9 August 2010.

Pengaruh Perkebunan Sawit terhadap Fungsi Ekosistem


Sebuah studi yang dilakukan oleh Dislich, et all (2016) dengan judul “Review of the ecosystem functions in oil palm plantations, using forests as a reference system” menampilkan mengenai dampak oil palm terhadap fungsi ekosistem.

Secara detail hasil studi dapat dilihat di: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/brv.12295/full

brv12295-fig-0002_10-1111%2fbrv-12295

Terdapat 14 fungsi ekosistem menggunakan kategori de Groot (2010), dimana terdapat 11 fungsi ekosistem yang mendapatkan dampak negatif. Secara general bisa dilihat dalam gambar di atas.

Salah satu aspek paling berpengaruh adalah bagaimana sektor inimengubah fungsi hutan primer dan sekunder yang menyebabkan kehilangan banyak sekali fungsi ekosistem didalamnya. Salah satu higlight penting lainnya adalah sebagai monokultur maka pengaruh yang besar atas suatu siklus biologi.

 

 

The Little Sustainable Landscapes Book


FYI:

The Little Sustainable Landscapes Book aims to clarify and disseminate sustainable landscape management methods, and to catalyze their implementation across private and public sectors worldwide.

The book summaries current developments in landscape management, makes recommendations on policy, and explains the importance of landscape initiatives in achieving global goals related to sustainable development and has been produced in collaboration with world leading experts in agriculture and natural resources which include: WWF, Ecoagriculture Partners, The Nature Conservancy, IDH The Sustainable Trade Initiative, and The Global Canopy Programme.

– See more (download e-book) at: http://globalcanopy.org/sustainablelandscapes

 

Perencanaan Tata Ruang dan Perencanaan Pembangunan


Alur perencanaan pembangunan dan perencanaan tata ruang sebenarnya berada dalam satu siklus yang sama. Tetapi dalam prakteknya tata ruang dan perencanaan pembangunan seringkali menjadi dua inisiatif yang berbeda. Meskipun aturan yang ada sudah menyebutkan keterkaitan antara dokumen RPJM dengan dokumen TATA RUANG tetapi dalam prakteknya bisa menjadi dua dokumen yang berbeda dan tidak terkait.

Ada beberapa alasan mengapa keterkaitan ini tidak terjadi dalam perencanaan pembangunan di Propinsi dan di Kabupaten yang ada di Indonesia.

Tata Ruang:  Pelaksanaan dan Kapasitas

Tata ruang yang ada di Indonesia bisa dikatakan merupakan konsep penataan ruang model ‘kuno’ yang pada dasarnya tidak mampu mengakomodir semua aspek yang ada dalam kondisi nyata.

Ada banyak aspek yang tidak dimasukkan dalam tata ruang kita:

  • Aspek perlindungan biodiversity dan kekayaan lain seperti ekosistem unik dan langka
  • Aspek kebencanaan
  • Aspek lingkungan lain seperti terkait dengan perubahan iklim

Aspek itu kemudian di ‘mainstreaming’ tetapi pertanyaannya adalah apakah mainstreaming itu bisa idilakukan dengan kapasitas yang ada pada perencana di tingkat Kabupaten atau propinsi.

Minimnya Kapasitas Perencana

Ini menjadi PR besar bagi penyelengara perencanaan di daerah, saya yang sudah kerja pendampingan perencanaan di wilayah Indonesia menemukan beberapa fakta berikut:

  1. Posisi Kepala Bappeda pada banyak Kabupaten di Indonesia diisi oleh jabatan politis, pada banyak kasus ini diisi oleh ‘ orang kepercayaan’ bupati yang kebanyakan bukan berlatar belakang ahli tata ruang atau bekerja di bidang perencanaan sebelumnya.
  2. Minimnya tenaga planner di Bappeda; ada beberapa kabupaten yang hanya memiliki 1 atau 2 orang dengan latar belakang ilmu perencanaan. Mungkin ada kabupaten pemekaran di wilayah yang jauh dari pusat propinsi atau nasional yang tidak memiliki perencana
  3. Minimnya tenaga teknis  teknis pendukung perencanaan seperti tenaga GIS, tenaga ahli ekonomi pembangunan, tenaga ahli sipil.

Selama ini kapasitas itu diisi oleh tenaga pihak ketiga melalui kontrak, masalahnya adalah ketika kita tidak mengerti perencanaan, bagaimana kita bisa mempercayakan perencanaan ke oranglain. Pada banyak kasus pihak ketiga ini TIDAK memiliki kemampuan pemahaman KONTEKS LOKAL. Output nya adalah dokumen perencanaan COPY PASTE.

RTRW dan RPJM: Jangan Terpisahkan

Minimnya kapasitas berdampak dengan dokumen RPJM dan RTRW dilakukan oleh 2 konsultan yang berbeda. Tanpa adanya diskusi dan penyatuan maka yang terjadi adalah menjadi 2 dokumen yang tidak memiliki kaitan sama sekali. Peran Bappeda seharusnya memastikan 2 dokumen ini menjadi dokumen yang tidak terpisahkan.

Meskipun regulasi menetapkan bahwa RTRW merupakan acuan bagi bagi penyusunan RPJM dan sebaliknya, tetapi dalam pelaksanaan ini tidak dilakukan dengan benar.

Konsep konsep WP alias wilayah pelayanan merupakan konsep-konsep mikro yang sudah usang dan boleh dikatakan tidak applicable pada perencanaan wilayah. Konsep-konsep ini seharusnya digantikan dengan konsep-konsep baru yang mampu menterjemahkan kebijakan, rencana dan program dalam konteks ruang.

Apa yang terjadi ketika RPJM menetapkan program “Peningkatan 20% ketahanan pangan dengan membangun pusat-pusat agriculture/food estate?” kenyataan di lapangan akhirnya lokasi tidak ditentukan dan kemudian dilakukan tanpa analisis dari tata ruang dan akhirnya program dilakukan di lokasi yang salah atau ternyata tidak dapat dilakukan karena tidak ada ruang tersedia.

RTRW dan Rencana Sektoral

Rencana sektoral harusnya merupakan wujud implementasi dari Tata Ruang dalam konteks spatial.Wilayah-wilayah dalam rencana sektoral harusnya bisa digali dan diambil dari dokumen tata ruang.

Misalnya rencana Sektor Pendidikan, seharusnya bisa digali dari dokumen tata ruang dan dokumen RPJM yang sudah menyebutkan mana kecamatan/kabupaten yang memiliki angka MELEK HURUF terendah. Wilayah ini yang kemudian menjadi target Perencanaan Sektor Pendidikan.

Secara lebih detail rencana sektoral seperti Perkebunan kemudian tidak dilakukan dengan melihat dokumen tata ruang yang baik. Akibatnya adalah (1) Lokasi yang dikembangkan merupakan lokasi yang salah, tengok saja dengan GOOGLE EARTH bagaimana perkebunan sawit di Indonesia ditanam di pingir sungai. Padahal dalam aturan Tata Ruang harus diberi buffer.

Ini bukti bahwa arahan Tata Ruang tidak pernah menjadi arahan dalam pelaksanaan pembangunan SEKTORAL. Jelas dalam dokumen Tata Ruang

Lokasi Sawit di Pinggir Sungai di Riau
Lokasi Sawit di Pinggir Sungai di Riau

 

Padahal menurut Permen no 15 tahun 2009 (permen15-2009) kawasan lindung terdiri atas:

a. kawasan hutan lindung;

b) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi: kawasan bergambut dan kawasan resapan air;

c) kawasan perlindungan setempat, meliputi: sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, serta kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal;

Rekomendasi

  1. Perlu Kebijakan pengelolaan aparatur pemerintahan yang lebih dalam menyusun lembaga perencana di Kabupaten atau Provinsi dengan memastikan adalnya kapasita Perencana dalam struktur lembaga Perencanaan Pembangunan seperti Bappeda.
  2. Adanya kegiatan pengembangan kapasitas Perencana di Tingkat Kabupaten.
  3. Adanya monitoring yang ketat atas kualitas Dokumen Perencanaan.
  4. Adanya TRANSPARASI dan PENYERTAAN PERAN MASYARAKAT dalam Perencanaan Pembangunan. Pada banyak prakteknya MASYARAKAT/PUBLIK suatu wilayah akan jauh lebih expert menilai wilayahnya dibanding ahli dari mananpun.

Data Spatial dan Konservasi (1)


“Our vision is to support and expand the use of geospatial technologies to enhance The Nature Conservancy’s core mission by improving our conservation science, fundraising and administrative functions”

Peta Landuse Berau
Peta Landuse Berau

Di negeri yang membentang dari Sabang sampai Merauke dengan luas wilayah yang demikian besar salah satu aspek yang terlupakan atau terpinggirkan adalah pentingnya data spatial sebagai informasi dasar dalam menyusun rencana pembangunan.

Data spatial telah lama tersimpan di bawah meja, dianggap sebagai barang rahasia atau sebagaian orang masing menggangap sebagai komoditi yang bisa diperjual belikan.

Kemajuan teknologi GIS, teknologi pemetaan digital serta keterbukaan informasi yang didorong oleh pihak lain membuat data spatial bukan lagi sebagai dokumen rahasia, tetapi sebagai data dan informasi dasar dalam melakukan banyak kegiatan.

Kebijakan OneMap pada tingkat nasional dapat dikatakan sebagai pemicu awal dari keterbukaan informasi ini. Tetapi faktor lain sebagai pemicu dibalik kebijakan ini wajib kita simak, yang antara lain adalah kebakaran hutan, bencana alam serta tekanan dari luar akan pentingnya penyelamatan kawasan hutan sebagai bagian dari kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Konservasi dan data spatial pada dasarnya bukan merupakan hal yang terpisahkan. Saya masih teringat ketika bekerja di dunia konservasi pertama kali adalah menyusun data spatial Papua khususnya wilayah Lorentz sebagai informasi pendukung untuk mengusulkan Lorentz sebagai warisan dunia (world heritage). Waktu itu saya hanya membuat beberapa peta sederhana yang menggambarkan mulai dari letak, data biofisik sampai informasi biodiversitas yang sebelumnya sudah di survey.

Data spatial kemudian semakin sering saya gunakan dalam kegiatan konservasi ketika beberapa pendekatan seperti ekoregion dan pendekatan berbasis landscape mulai dijadikan dasar dalam menentukan strategi  konservasi.

Kegiatan LSM dibidang Data Spatial

Ada banyak LSM yang bekerja dibidang penguatan data spatial, salah satunya adalah The Nature Conservancy yang bekerja di Kabupaten Berau,  Kalimantan Timur. Pendekatan berbasis Jurisdictional Approach yang dilakukan TNC di Berau mencakup aspek-aspek yang luas mulai dari bekerja di tingkat tapak dengan community base natural resource management, pendekatan berbasis site dengan konservasi kawasan karst, pendekatan berbasis sektoral dengan improve forest management dengan perusahaan dengan menerapkan RIL dan mendukung sertifikasi sampai pada pendekatan kebijakan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pada semua aspek dan cakupan tersebut data spatial memiliki peran penting dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi dan monitoring kegiatan.

Data spatial menjadi sangat penting dan digunakan secara luas pada semua pendekatan. Sedangkan untuk TNC sendiri data spatial menjadi penting dengan pendekatan-pendekatan yang digunakan TNC seperti Conservation by Design, Development by Design atau kegiatan berbasis landscape lainnya seperti Protected Area Management.

Coba lihat web berikut: http://maps.tnc.org/gis_data.html , dimana data-data spatial yang sudah ada bisa digunakan oleh publik.

Membangun Data Spatial untuk Konservasi Pada Tingkat Kabupaten

Di Kabupaten Berau telah dibangun webGIS yang menampilkan data-data spatial Berau. Data spatial yang dihasilkan tentunya akan memberikan kontribusi pada konservasi dengan berbagai cara seperti berikut ini:

  • Awareness akan Informasi Spatial
  •  Tata Ruang yang lebih baik
  • Baseline Konservasi pada Kegiatan Berbasis Lahan

 

 

Perencanaan Kota: Belajarlah dari Pengalaman


Perkembangan perkotaan di Indonesia sepertinya cenderung untuk meniru Jakarta, baik dari infrastruktur yang dibangun dan tentunya permasalahan yang ada.Kota-kota provinsi di Indonesia perlahan mulai merasakan permasalahan yang ada di Jakarta seperti kemacetan, banjir.

“Urban planning is a key tool for local leaders in supporting the realization of a city’s vision. A guide that offers lessons and ideas on urban planning is important for mayors and other local leaders. In our experience in Medellin, Colombia, we have learned the importance of urban planning for good development. We have instruments for urban planning that are approved by the Council with the involvement of residents and it is mandatory for local leaders to produce plans. Although they are often regarded as a bureaucratic requirement, urban plans – even those with a short validity of four years – can have an impact on a city for the next 20 years and more if they are properly conceived and systematically executed (UNHABITAT, 2012_Aníbal Gaviria Correa, Mayor of the City of Medellin: Dalam buku  Urban Planningfor City Leaders )” .

Tampaknya ilmu perencanaan kota harusnya lebih gencar lagi diperkenalkan pada pemimpin-pemimpin kota (walikota), dimana pengenalan prinsip-prinsip perencanaan kota akan memandu pengambilan kebijakan mengenai perkotaan.

Lesson Unlearn

Entah karena kita tidak punya perencana kota atau tidak peduli dengan perencanaan kota, hampir semua kota di Indonesia terbangun secara organik, artinya terbangun tanpa perencanaan yang baik. Padahal pembangunan tanpa perencanaan yang baik kemudian lebih banyak membawa mudarat-nya dibanding dengan perhitungan jangka pendek yang menjadi alasannya. Jakarta telah menjadi satu pembelajaran berharga dimana perkembangan tanpa perencanaan yang baik seperti kegiatan pembangunan sepanjang tepi Ciliwung kemudian membawa masalah banjir dan kemudian ketika dikoreksi dengan pengaturan pemukiman harus bermasalah dengan kepemilikan lahan serta proses ganti rugi.

Kebetulan saya sedang di Samarinda, dan baru beberapa hari, saya melihat kota ini bermasalah dengan banjir, beberapa titik kemacetan dan tentunya perkembangan pemukiman dan prasarana yang tidak terencana.

Sungai Mahakam

Kota Samarinda merupakan kota tepi sungai Mahakam dimana sungai  ini memiliki lebar sampai 1 km. Kota Samarinda seperti terbagi atas kawasan di utara dan di selatan oleh sungai Mahakam,

sumber: openstreetmap
sumber: openstreetmap

Kota yang merupakan ibukota Kalimantan Timur ini mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Dimana perkembangan ini dipicu oleh peningkatan kegiatan ekonomi skala besar seperti pertambangan, perkebunan, dll.

Permasalahan Kota

Beberapa permasalahan perkotaan seperti Samarinda antara lain:

1. Perkembangan Tanpa Perencanaan

Beberapa aspek perencanaan kota sesuai dengan kaidah-kaidah perencanaan tampaknya belum dilakukan dengan baik.  Ambil contoh bangunan-bangunan di tepi sungai yang menutup aliran sungai.

Bangunan pada badan anak sungai Mahakam.
Bangunan pada badan anak sungai Mahakam.

Samarinda juga merupakan kota dimana lokasi tambang terdapat di dekat pusat kota. Diperlukan regulasi yang mampu mengatur perencanaan ruang pada kawasan tambang, misalnya regulasi menyangkut keselamatan dan perencanaan kawasan pemukiman yang tepat pada kawasan dekat tambang.

Lokasi tambang di Samarinda
Lokasi tambang di Samarinda

 

3. Banjir

Jalan Utama di Samarinda (sumber: openstreetmap)
Jalan Utama di Samarinda (sumber: openstreetmap)

Jalur jalan seperti RE Martadinata dan Slamet Riyadi merupakan beberapa kawasan yang terkena banjir langanan pada saat musim hujan atau saat intensitas tinggi. Ruas jalan tepi sungai ini merupakan pusat limpasan air yang terkena banjir karena berbagai alasan seperti; tidak adanya sarana gorong-gorong yang baik, adanya struktur bangunan yang menghalangi lintasan air ke arah sungai Mahakam.

2. Kemacetan

Kemacetan di Samarinda sudah mulai menjadi sesuatu yang biasa, terutama pada saat jam sibuk berangkat dan pulang kerja/sekolah. Kemacetan dipicu lebih besar lagi oleh banjir, dimana banjir saat hujan datang akan menyebabkan kemacetan yang panjang. Salah satu aspek lain penyebab kemacetan adalah ruas yang menghubungkan Samarinda dengan Balikpapan sangat tergantung pada 1 jembatan, dimana seharusnya dapat dibuat alternatif untuk mengurangi beban penggunaan jalan pada satu jembatan. Ini menyebabkan terjadinya pemusatan kendaraan menuju dan dari jembatan penyebrangan.

Regulasi Perencanaan Kota

Telah banyak regulasi yang dikeluarkan dalam rangka perencanaan kota,misalnya:

  • Permendagri No 1 tahun 2008 tentang PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN.
  • Permen PU No 20/tahun 2011 tentang PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI KABUPATEN/KOTA.
  • PermenPU no 6 tahun 2007 tentang PEDOMAN UMUM RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN.
  • Aturan-aturan detail dan juknis PU yang dapat dilihat dalam penataanruang.net

Banyaknya peraturan tersebut tampaknya belum dilakukan dijadikan acuan yang sebenarnya dalam menyusun tata ruang kota. Ada banyak PR yang harus dibuat dalam membuat perencanaan detail Tata Ruang yang lebih baik.

Perbandingan

sumber:openstreetmap
sumber:openstreetmap

Samarinda dipisahkan oleh sungai Mahakam.

 

sumber: openstreetmap
sumber: openstreetmap

Perbedaan ini pada sekala detail sangat terlihat dimana sebaran pemukiman dan kegiatan di Samarinda dipusatkan pada lokasi dekat sungai. Sementara di Seoul dijauhkan dari sungai.

sumber google earth
sumber google earth
sumber googleearth
sumber googleearth

Terlihat bahwa kawasan tepian sungai di Samarinda dipenuhi oleh bangunan, sementara di Seoul lokasi ini dibiarkan menjadi lahan terbuka yang diisi dengan taman-taman publik yang luas.

Sayangnya tata ruang yang ada untuk Samarinda masih membuat delineasi kawasan pemukiman dan kawasan terbangun lainnya di tepi sungai.

RDTR Samarinda sumber: http://bappeda.samarindakota.go.id
RDTR Samarinda
sumber: http://bappeda.samarindakota.go.id

Kawasan orange disebutkan sebagai kawasan yang sesuai untuk pemukian dan hijau tidak sesuai. Terdapat rentang warna orange pada kawasan tepi sungai Mahakam. Pola perencanaan yang menurut saya tidak lazim, dimana jelas-jelas dalam prinsip perencanaan kawasan tepi sungai seharusnya di alokasikan untuk kawasan lindung. Fungis lindung ini tentunya dapat diterjemahkan dalam bentuk hutan kota, taman kota dan fungsi lain yang tidak membebani kawasan tepian sungai dengan bangunan besar.

Jamsil Hangang Park-Korea Selatan
Jamsil Hangang Park-Korea Selatan

Belum terlambat bagi kota-kota lain di Indonesia, khususnya di luar Jakarta untuk membenahi perencanaannya. Sehingga satu waktu tidak menjadi kota yang tidak terencana dengan baik dan penuh dengan permasalahan dalam perencanaan ruang.

Belajarlah dari pengalaman….

 

 

Catatan Akhir Tahun: Inertia


Ada banyak hal yang ingin ditulis, tetapi sedikit yang bisa dituliskan. Salah satu yang sulit dilakukan adalah membawa ide-ide di kepala dan menuangkan kedalam tulisan. Dalam knowledge management memang ini proses awal yang sulit dimana mengubah tacit knowledge menjadi explicit knowledge. Tahun ini ada beberapa perubahan yang dilakukan seperti mengubah blog ini menjadi www.musnanda.com, supaya mudah diakses, meskipun harus membayar domain ke wordpress. Mungkin saja alamat webbaru bisa mengubah juga semangat menulis.

Tidak banyak yang bisa dibuat tahun ini, keterbatasana ‘ruang’menjadi alasan penting karena ternyata sulit melakukan sesuatu. Ada beberapa hal yang bisa di highlight, misalnya tahun ini juga menarik karena saya bisa mewujudkan kegiatan TNC dengan membuat webGIS Berau, thanks to Bukapeta yang sudah menjadi mitra yang luar biasa baik.

Ada banyak hal yang belum terwujud, misalnya membuat sebuah jaringan pengelola data spatial di Berau yang saya piker bisa menjadi model sebuah collaborative action dimana banyak pihak dengan komitmen baik mengelola data spatial untuk kepentingan bersama. Ini bukan hal baru,karena saya pernah melakukan beberapa tahun yang lalu. Saat belum banyak orang yang ‘melek aspek keruangan’ saya dulu pernah membuuuat jaringan pengelola data spatial di Papua tahun 2002, dan pernah juga mendukung kegiatan yang sama di Aceh tahun 2007. Waktu di Papua itu saya terinspirasi pada jaringan semacam Forum GIS yang sedang banyak dibuat di luar sana dan terpisah-pisah atas beberapa tema penggunaan GIS di berbagai bidang.  Tetapi kondisi yang ada sekarang sebenarnya memungkinkan melakukan perubahan lebih drastic dimana ‘melek spatial’ harusnya dijadikan sebuah trend,  jika tidak maka hampir semua perencanaan ruang yang ada hanyalah dokumen kosong. Saya menjadi sadar bahwa ada banyak hal yang saya lakukan seperti  jalan ditempat, seperti melakukan sesuatu yang pernah saya lakukan dulu, semoga bukan seperti itu.

Terlepas dari data spatial, ada beberapa hal yang menjadi keinginan saya untuk lebih bekerja pada bidang planning khususnya development planning atau spatial planning yang terintegrasi, dimana dukungan perencanaan yang dilakukan bisa dilakukan pada level penyiapan data , pengelolaan, penggunaan sampai pada tingkat monitoring dan evaluasi. Sebuah mimpi dimana perencanaan bukan berhenti pada perencanaan tetapi menjadi sebuah instrument awal untuk mendukung pembangunan, khususnya pembangunan berkelanjutan. Satu hal yang juga penting adalah memperkenalkan suatu pendekatan yang mengintegrasikan proses perencanaan berbasis ruang dengan konsep perencanaan pembangunan secara menyeluruh. Bahwa konsep perencanaan tidak akan berjalan selama aspek spatial dan non spatial tidak dipadukan secara baik. Diskusi saya dengan seorang staff Bappeda di Berau sangat menarik, dimana ketika saya memberikan ilustrasi keterkaitan data spatial dan data pembangunan dijawab dengan contoh yang simple bagaimana RTRW dan RPJMD harusnya sejalan, sehingga perencanan didalam RPJMD bisa keluar dengan sebuah rencana yang menggambarkan apa kegiatan pembangunan-nya, dimana lokasi-nya, siapa saja yang terlibat dan berapa biaya yang dibutuhkan. Satu contoh simple lainnya adalah jika data puskesmas secara spatial dibangun dengan lokasi, jumlah staff dan dokter, jumlah kunjungan pasien, jenis penyakit, dll, Maka dalam perencanaan di sector kesehatan bisa dibuat skala prioritas mengenai mana daerah yang membutuhkan pembangunan kesehatan. Secara spatial ini hanya dilakukan dengan menggunakan  GPS, computer dengan program GIS dan seorang operator GIS dengan kemampuan mengolah data spatial dan data tabular. Semudah itu, tetapi mengapa tidak ada yang mengaplikasikannya.

Tahun harusnya menjadi momen penting untuk masuk karena ada perubahan kebijakan besar di tata ruang danjuga pengelolaan data spatial dengan adanya perubahan kepemimpinan yang lebih aware dengan permasalahan data spatial, kebijakan onemap dan juga penyatuan tata ruang dalam satu unit kementrian khusus. Seharusnya kebijakan ini mampu membuat tata ruang dan pengelolaan wilayah menjadi sebuah kebijakan yang terintegrasi.  Tetapi kebijakan di tanah ini memang belum tentu diimplementasikan, ada banyak alasan dibalik ini tetapi satu kata yang tepat menggambarkan bagaimana aspek perencanaan tidak bisa maju adalah ‘inertia’.

Hasil evaluasi blog ini tahun ini masih memunculkan tulisan mengenai ‘kawasan lindung dan budidaya’ sebagai satu tulisan yang paling banyak dibaca. Lucunya konsep ini menurut saya adalah konsep perencanaan ruang yang tidak tepat untuk Indonesia. Konsep zonasi yang diadopsi dari kebijakan colonial ini mengedepankan penguasaan kawasan oleh negara. Dalam konsep pembangunan nasional, penguasaan oleh negara ini ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Konsep in belum tentu dilaksanakan dengan benar,karena kemudian konsep ini berbeda dengan konsep penguasaan lahan tradisional. Konsep lindung dan budidaya hanya bisa berjalan baik ketika pengelolaan kawasan dilakukan dengan sebesar-besarnya memberikan manfaat untuk masyarakat, tetapi apakah dalam pelaksanaannya itu terjadi. Lucunya adalah konsep ini seperti  dua kapling besar dimana kawasan lindung seperti dikelola kehutanan dan kawasan budidaya dikelola agrarian. Bertahun-tahun zonasi kawasan didominasi oleh pemilahan kawasan hutan dan non hutan, dimana kawasan hutan yang dominan ini dikuasai oleh negara untuk semaksimal mungkin di kelola bagi kepentingan masyarakat. Tetapi siapa yang mengukur benefit apa yang kembali ke masyarakat ketika hutan dikelola sebagai wilayah kelola bisnis (seperti HPH dan HTI) dan kemudian benefit mengalir ke masyarakat?.  Sekali lagi inertia jadi kata kunci disini, yang menggambarkan bagaimana kebijakan dan pengambil kebijakan mengelola ruang dilakukan.
resumeblog2014

WebGIS Berau: Menjawab Kebutuhan Data Spatial Kabupaten


http://www.webgisberau.net

Pendahuluan

Konservasi dan perencanaan ruang merupakan dua hal yang saling berkaitan, dalam banyak kasus dimana aspek konservasi tidak diperhatikan dalam tata ruang, maka akan terjadi dampak di masa depan. Ambil contoh ketika perencanaan tidak mengindahkan perlindungan kawasan tertentu maka dapat terjadi kehilangan kawasan hutan dan fungsinya sebagai habitat satwa, sumber air dan plasmanutfah lainnya. Perencanaan ruang menjadi pendekatan yang penting dalam konservasi, karena kemudian kawasan-kawasan yang akan dilindungi harus kemudian dikaji lebih mendalam dengan mengunnakan pendekatan geografis berbasis ruang dan tentunya menggunakan data spatial. Data spatial yang tersedia, akurat dan update akan menjadi kunci dalam pelaksanaan perencanaan ruang atau perencanaan wilayah.

TNC merupakan satu lembaga yang sejak lama menggunakan pendekatan-pendekatan spatial dalam mengelola wilayah konservasi. Pendekatan-pendekatan seperti ecoregion, conservation by design dan development by design merupakan beberapa pendekatan yang dilakukan TNC yang memerlukan analisis spatial. TNC juga memperkenalkan pendekatan Jurisdictional Approach dalam melakukan kegiatan di Kabupaten Berau, pendekatan ini mencakup kegiatan pada level kampung sampai pendekatan di level kebijakan. Padasetiap levelnya diperlukan dukungan analisis dan penggunaan data spatial. Misalnya pada level kampong diperlukan data spatial untuk membuat tata ruang kampung nantinya menjadi masukkan dalam tata ruang kabupaten. Pada tingkat kebijakan tentunya data spatial diperlukan dalam menyusun strategi REDD+.

Salah satu permasalahan data spatial adalah ketersediaan data serta keseragaman data dalam satu tema, permasalahan ini menjadi target utama dalam program pemerintah yaitu “OneMap Policy”. Kegiatan yang digagas oleh UKP4 bersama dengan beberapa lembaga negara dan kementrian terkait ini menjadi momen awal dimana pada tingkatan nasional sampai kabupaten,perlu dibangun suatu data spatial yang terintegrasi, update dan dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Pemerintah telah membangun sebuah Portal data spatial nasional yang dirilis melalui web: http://portal.ina-sdi.or.id/. Pada tingkat local seperti propinsi dan kabupaten ketersediaan data spatial masih menyisakan gap yang besar dimana data-data pada tingkat kabupaten masihsulit didapatkan dengan beberapa alasan; (1) keterbatasan pengetahuan stakeholder  yang ada dalam mengakses dan mengelola data spatial; (2) keterbatasan pengetahuan para pengambil kebijakan untuk menjadikan data spatial yang baik sebagai prioritas dalam membuat perencanaan yang baik; (3) masih belum ada tata batas baik propinsi dan kabupaten, sehingga kepastian data spatial masih bersifat sementara.  Ketersediaan data spatial dapat dikatakan menjadi satu penyebab masih lambatnya penyelesaan perencanaan ruang seperti RTRW atau RDKT di tingkat kabupaten dan propinsi.

WebGIS Berau

October 2014 tepatnya tanggal 22, TNC melakukan peluncuran webGIS Berau yang dilakukan di kantor Bappeda Kabupaten Berau. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pihak, seperti instansi pemerintah terkait, perwakilan lembaga non pemerintah dan juga oleh media massa yang ada di Kabupaten Berau. Dalam kegiatan ini TNC dan Bappeda bersama-sama akan mengawal WebGIS Berau sebagai wadah bersama yang menjadi sumber utama data spatial dengan melakukan proses maintenance yang melibatkan seluruhh pihak terkait sebagai walidata sesuai dengan tupoksi dan sector yang menjadi tanggung jawab.

webGISberau

Sebelum dilakukan peluncuran webGIS , TNC melakukan pelatihan pengelolaan webGIS yang dilakukan selama 2 hari pada tanggal 22-23 October, kegiatan inipun diikuti oleh beberapa staff dari instansi pemerintah terkait serta perwakilan LSM. Training dilakukan untuk memastikan bahwa webGIS Berau bisa digunakan dan instansi serta pihak-pihak terkait di Berau mampu menggunakan webGIS secara maksimal. Materi training yang diberikan dimulai dengan perkenalan mengenai konsep GIS,konsep WebGIS serta masuk pada materi pengelolaan seperti bagaimana melakukan sign-in, proses donlot, proses upload, update data, bekerja dengan pengguna lain.

Training dihadiri oleh staff teknis dari Bappeda, DInas Kehutanan,KPH Berau, BPS Berau, Dinas PU, Dinas Pertambangan, Badan Lingkungan Hidup dan staff LSM local Berau. Training yang dilakukan menghasilkan beberapa pengguna yang mampu melakukan proses pengelolaan dan kemudian akan menjadi point person untuk proses selanjutnya.

Training webGIS

Aspek Teknis WebGIS Berau

WebGIS Berau dibangun dengan platform opensource dimana software serta  data dasar yang digunakan merupakan sumber sumber opensource yang reliable dan dapat diandalkan. WebGIS Berau dibangun melalui beberapa tahapan yang dimulai dari penyusunan konsep WebGIS, membangun webGIS dengan platform opensource, update data spatial untuk Atlas Berau, proses hosting dan domain, proses penyusunan database dan interface, beta launching, training dan terakhir adalah launching final webGIS. berikut adalah alur metode secara singkat:

alur webGIS

Platform opensource merupakan tulang punggung webGIS Berau dimana webGIS dibangun dengan menggunakan GeoPHP dan Framework PHP Yii, untuk database menggunakan DBMS PostgreSQL dan PostGIS sedangkan untuk proses rendering menggunakan MapServer, dan tampilan menggunakan HTML dan CSS. Untuk baseline/untuk data dasar  menggunakan data openstreet map, open cycle map dan map quest untuk imagery. Open source menjadi pilihan dimana software developer,pengelola database serta data-data yang digunakan gratis serta serta terupdate terus menerus sesuai dengan perkembangan dari penyedia layanan opensource tersebut.

Nama domain WebGIS Kabupaten Berau, diantaranya

  • webgisberau.net, karena “net” singkatan network yaitu jaringan. Diharapkan WebGIS Berau ini tidak hanya digunakan untuk satu lembaga namun dapat menjadi jaringan dari beberapa lembaga.
  • webgisberau.com juga kita beli untuk mencegah penggunaan oleh pihak lain dengan tujuan komersial.

Server untuk menjalankan WebGIS di Indonesia adalah dengan menyewa VM di CloudKilat.com yang sudah disewa selama dua tahun. Penyedia VPS atau Dedicated Server lain di Indonesia yang kita gunakan adalah CloudKilat.com.

Langkah Kedepan

Peluncuran webGIS Berau merupakan langkah awal dalam melakukan proses perencanaan pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Berau, sebagai langkah awal maka akan menyusul serangkaian kegiatan lain yang tujuannya memastikan bahwa WebGIS Berau mampu memberikan kontribusi pada proses perencanaan yang baik. Beberapa kegiatan yang diperlukan sebagai follow up dari peluncuran webGIS kabupaten Berau adalah dengan membentuk jaringan kerja pengelolaan data spatial di Kabupaten Berau, langkah lain yang diperlukan adalah memastikan adanya komitmen Pemerintah Kabupaten Berau untuk menjadi pengelola tunggal webGIS Berau serta memastikan bahwa proses penggunaan webGIS ini memberikan kontribusi dalam pembangunan di Berau.

Langkah pembentukan kelompok atau jaringan pengelola data spatial merupakan langkah penting dimana kegiatan ini akan dilakukan dibawah koordinasi Bappeda untuk membangun sebuah jaringan yang terdiri atas lembaga pemerintah kabupaten Berau seperti SKPD terkait dan komponen lainnya di luar pemerintah. Kelompok ini akan menjadi wadah dalam melakukan kegiatan pengelolaan seperti membangun basis data spatial yang akurat dan update. Kelompok atau Jaringan Pengelola Data Spatial ini dapat berupa kelompok yang sifatnya informal, yang melakukan kegiatan berdasarkan atas peran dan fungsi personal yang mewakili lembaga-lembaga teknis terkait seperti Bappeda, Dinas Kehutanan, DInas Perkebunan Dinas PU, Badan Lingkungan Hidup, BPN, BPS, dan perwakilan lembaga swadaya masyarakat atau lembaga pendidikan.Jaringan ini  bisa juga merupakan Jaringan Kerja pada tingkat Kabupaten yang didukung oleh sebuah SK Bupati dimana keberadaan lembaga akan didukung oleh pemerintah kabupaten dalam rangka mempersiapkan inisiatif OneMap pada tingkat kabupaten.

Langkah kedua dengan menjadikan pemerintah Kabupaten Berau sebagai pengelola akan memberikan kontribusi dimana pada akhirnya webGIS Berau akan menjadi milik pemerintah dan digunakan oleh semua sector mulai dari pemerintahan sendiri, kelompok swasta dan kelompok masyarakat. Pada saat ini maka webGIS akan menjadi sebuah tools yang menjadi acuan bagi kebijakan perencanaan dan pembangunan secara umum. WebGIS akan menjadi acuan spatial dalam menentukan kebijakan alokasi ruang. Penggunaan WebGIS ini tentunya akan meningkatkan akurasi perencanaan, memastikan tidak terjadi pembangunan yang salah lokasi, pembangunan yang kemudian akan memberikan dampak negative dikemudian hari. Follow up selanjutnya misalnya dengan membuat link antara web resmi Kabupaten Berau dengan webGIS Berau sehingga penggunaan webGIS akan semakin luas.