Rencana dan pembangunan giant sea wall bergulir menjadi salah satu Kebijakan pembangunan untuk menyelamatkan kegiatan perekonomian seperti industri serta pertanian dan juga pemukiman di pesisir utara Pulau Jawa. Pembangunan giant sea wall mendapatkan reaksi pro dan kontra, reaksi ini didasari atas tinjauan aspek ekonomi, sosial dan ekologi.
Reaksi kontra kebanyakan datang dari ahli lingkungan dan penggiat lingkungan hidup yang mengangap pembangunan giant sea wall bukan merupakan solusi terbaik karena secara lingkungan yang perlu dikedepankan adalah Solusi berbasis alam seperti restorasi ekosistem dan habitat mangrove dan penggurangan eksploitasi air tanah yang menyebabkan penurunan tinggi permukaan tanah. Reaksi kontra juga mengedepankan fakta terkait dampak sosial dan ekonomi dimana pembangunan akan mempengaruhi masyarakat nelayan yang tergusur. Seperti dirilis Ekatorial beberapa LSM lingkungan menjelaskan bahwa pembangunan tanggul laut raksasa ini tidak menyasar akar masalah yang dimulai dari kegiatan perusakan lingkungan yang diekploitasi oleh industri-industri ektraktif di Pulau Jawa. Salah satu akar kerusakan lingkungan di Pantai utara Jawa adalah hilangnya ekosistem mangrove dimana disebutkan ditahun 2010 terdapat 1.784.850 hektar mangrove yang hanya tersisa ditahun 2021 seluas 10.738 hektar. Selain akar masalah yang belum tertangani, juga kegiatan pengambilan penggunaan pasir laut untuk reklamasi akan menimbulkan dampak negative bagi lingkungan termasuk potensi kehilangan dan rusaknya habitat biodiversity laut. Argumentasi lainnya juga terkait aspek sosial dan ekonomi masyarakat yang jika dikalkulasikan kerugiatian tahunannya dari tanggul laut raksasa di DKI Jakarta bisa mencapai angka 766 milyar rupiah hanya dari sektor perikanan nelayan.
Reaksi pro yang mendukung Kebijakan ini mengedepankan perhitungan ekonomi dari pembangunan giant sea wall, misalnya salah satu alasan pembangunan tanggul pantai raksasa adalah nilai ekonomi pantau utara Jawa yang menyumbangkan PDB nasional 57,12% berdasarkan data Menko Perekonomian yang dirilis di Kompas di awal tahun 2024. Pantai Utara Jawa mengalami penurunan bervariasi 1-25 cm, serta kenaikan permukaan air laut 1-15 cm di beberapa lokasi. Kementrian PU menyebutkan tiga tahapan pembangunan Tanggul Pantai mencakup wilayah Jakarta, Banten dan Bekasi. Lebih lanjut pembangunan akan diteruskan sampai ke Surabaya, Jawa Timur dengan estimasi biaya mencapai 800 triliun. Kementrian PU menyebutkan bahwa biaya per km tanggal laut raksasa tersebut adalah 1 triliun rupiah.
Beberapa riset ilmiah pernah dilakukan untuk melihat bagaimana tanggul laut memberikan dampak terhadap kondisi pantai, salah satu riset misalnya menyebutkan bahwa belum ada konsesus mengenai apakah tanggul laut dapat mengurangi atau menambah laju pengurangan pantai (Comfort, J.A. and Single M.B., 1997). Beberapa kajian tanggul laut di Indonesia dengan lokasi studi di Jakarta dan Semarang menyebutkan beberapa dampak seperti perubahan aliran gelombang laut serta tinggi permukaan laut antara lokasi di dalam dan di luar tanggul. Studi-studi lain menyebutkan pentingnya proses pembangunan yang melibatkan peran dan input dari masyarakat sekitar. Salah satu studi antropologis juga menyebutkan bagaimana secara Sejarah dan budaya manusia yang tinggal di tepi lau menghadapi dilemma antara mempertahankan wilayahnya atau kemudian memilih untuk melakukan kegiatan di lokasi lain (Anderson, R. B. , 2023).
Dari sisi konservasi salah satu tawaran untuk UU no 59 tahun 2024 tentang RPJPN 2024-2045 mengamanatkan pembangunan yang menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial budaya dan ekologi, dimana salah satu konsep yang diusulkan adalah pengembangan nature based solutions untuk beberapa kegiatan pembangunan dan salah satunya adalah banjir (lampiran, hal 254).
Nature-based Solutions (NbS) yang juga masuk dalam salah satu pendekatan yang diacu merupakan konsep yang mengedepankan ekologi dalam kegiatan pembangunan. Nature-based Solutions atau Solusi berbasis Alam merupakan aksi atau kegiatan untuk mengatasi permasalahan Masyarakat melalui perlindungan, pengelolaan berkelanjutan dan restorasi ekosistem yang memberikan manfaat baik untuk keanekaragaman hayati dan kesejahteraan manusia (IUCN, 2020). Sebagai konsep itilah NbS diperkenal pertama oleh Lembaga World Bank dan secara luas diadopasi oleh lembaga internasional seperti IUCN, komisi eropa dan negara-negara di dunia. Salah satu alasan utama adopsi pendekatan ini adalah pendekatan ini memberikan dampak positif baik dari sisi sosial, ekonomi dan ekosistem/kekayaan biodiversity. Dari 66 studi di dunia diketahui 65% inisiatif dengan pendekatan NbS memberikan dampak positif secara ekonomi.
Dalam konteks pembangunan tanggul laut raksasa pendekatan berbasis alam atau Nature-based Solutions memberikan pilihan-pilihan kegiatan rangka mengurangi dampak dari abrasi pantai dua Solusi utamanya adalah mengembalikan ekosistem alami pantai pada fungsi mangrove sebagai penahan abrasi serta mempertahankan akuifer air tawar melalui kegiatan pengurangan pengambilan air tanah dan tentunya reforestasi pada kawasan DAS yang masuk ke pantai. Kajian yang dilakukan Debele, dkk tahun 2023 tentang Nature-based Solutions misalnya memberikan rekomendasi terkait ketersediaan air tanah dengan melakukan kegiatan perlindungan akifer, pengaturan pengambilan air, menghilangkan bendungan atau membangun dengan secara Berkelanjutan dan restorasi kawasan basah sebagai tempat pengisian air tanah. Dalam konteks perlindungan pantai beberapa rekomendasinya adalah restorasi kawasan pantai, mengelola mangrove, seagrass atau ekosistem lainnya, serta perlindungan pantai dengan menggunakan pohon atau infrastruktur yang ramah lingkungan.
Sebagai sebuah pendekatan berbasis alam maka NbS patut dilirik kembali untuk memberikan opsi penanganan abrasi pantai utara Jawa, khususnya di Jakarta dimana proyek pembangunan tanggul Pantai raksasa sudah dilakukan. Sebuah pendekatan yang telah terbukti dapat memberikan dampak positif sosial, ekonomi dan lingkungan maka NbS perlu dilihat lebih lanjut, jika memang pembangunan tanggul pantai raksasa akan dilakukan maka perlu disandingkan opsi lain yang secara jangka panjang dapat memberikan kontribusi positif, dalam banyak kasus infrastruktur buatan manusia akan selalu kalah dengan kekuatan alam.






































